Jumat, 07 Agustus 2009

Heboh Testimoni Antasari

Munculnya testimoni Antasari Azhar, ketua nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi, amat mencurigakan. Tersangka dalang sebuah kasus pembunuhan ini bersaksi secara tertulis kepada kepolisian bahwa ia mendengar dua rekannya di KPK menerima suap. Di tengah konflik antara Komisi dan polisi yang memanas, boleh jadi inilah senjata buat melumpuhkan KPK.


Testimoni itu berkaitan dengan dugaan korupsi pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu di Departemen Kehutanan yang ditangani komisi antikorupsi. Salah satu tersangkanya adalah Anggoro Wijaya, bos PT Masaro Radiokom, yang mendapat proyek ini. Nah, menurut Antasari, Anggoro telah menyuap dua anggota pimpinan KPK sebesar Rp 6 miliar. Pernyataan Antasari ini didasari pengakuan Anggoro saat ia bertemu dengan buron itu di Singapura.

Di luar keterangan tertulis, ada pula rekaman percakapan telepon antara seseorang yang suaranya mirip Antasari dan Anggoro. Isinya hampir sama. Dalam percakapan itu Anggoro mengaku telah mengirim duit ke petinggi KPK.

Khalayak tentu mempertanyakan berkembangnya tudingan yang masih samar itu. Saksi kunci, Anggoro, jelas sulit dimintai konfirmasi karena masih buron. Adapun bukti lain, misalnya uang suap itu sendiri, belum ditemukan. Jika kepolisian bekerja profesional, seharusnya mereka mengumpulkan bukti dulu, lalu memeriksa bahkan jika perlu menahan petinggi KPK yang terlibat.

Jangan lupa, polisi seharusnya juga memproses kasus pertemuan atau kontak Antasari dengan Anggoro. Sebab, Undang-Undang No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi jelas melarang pimpinan lembaga ini berhubungan dengan tersangka korupsi, dengan alasan apa pun. Pelanggaran ini bisa diganjar hukuman lima tahun penjara.

Tuduhan yang terkesan asal-asalan itu justru memperkuat kecurigaan bahwa semua ini merupakan bagian dari perang urat saraf antara kepolisian dan KPK. Apalagi, sebelumnya polisi juga mengincar petinggi Komisi dalam kasus penyadapan. Jajaran kepolisian diduga kesal karena KPK ingin menyeret pejabat penting di Mabes Polri dalam kasus pencairan dana Bank Century.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono seharusnya tak membiarkan kepolisian, yang berada di bawah kekuasaannya, terus-menerus “menteror” KPK. Jika memang ada petinggi kepolisian yang diduga terlibat dalam kasus korupsi, biarkan ia diperiksa Komisi. Sebaliknya, bila ada petinggi KPK yang diduga menerima suap, mintalah polisi mengusutnya secara profesional pula.

“Serangan” polisi, juga berbagai pihak lain terhadap KPK selama ini, justru semakin menunjukkan bahwa komisi antikorupsi sebagai superbody tetap diperlukan. Harus ada lembaga yang berani mengusut kasus korupsi di kalangan penegak hukum dan lembaga pemerintah. Jika tidak, kita akan kembali ke nol, ke zaman sebelum reformasi, ketika korupsi dibiarkan merajalela di segala sendi kehidupan negara.

Sumber: tempointeraktif.com

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites