Sabtu, 29 Agustus 2009

Perawatan Laptop


Kebiasaan memangku laptop di atas bantal bisa merusak komponen internal komputer jinjing itu. Sebab, permukaan yang terlalu empuk akan membuat laptop "tenggelam". Hal ini akan menghambat keluarnya panas dari dalam laptop sehingga laptop menjadi kepanasan.

Selain itu, ada beberapa hal lain yang perlu Anda perhatikan agar laptop kesayangan Anda tidak lekas aus.

1. Jangan menyentuh layar
Jika Anda harus menunjuk sesuatu pada layar dengan jari atau pulpen, pastikan pulpen atau jari Anda tidak mengenai layar atau menekanya terlalu keras. Kebiasaan seperti ini bisa membuat layar tergores tanpa sengaja.

2. Hindarkan dari panas matahari langsung
Bila Anda memarkir mobil di bawah sinar matahari, jangan meninggalkan laptop di dalamnya. Paparan panas yang berlebihan di dalam mobil bisa menyebabkan kerusakan komponen-komponen laptop.

3. Jangan menaruh laptop di lantai
Kecuali laptop benar-benar berada dalam pengawasan Anda, jangan sekalipun meletakkan laptop di lantai. Risiko laptop Anda terinjak, dimainkan anak Anda, atau binatang peliharaan akan sangat besar bila Anda dengan ceroboh meletakkan laptop di lantai. Selain itu, laptop yang diletakkan di lantai akan cepat kotor oleh debu.

4. Perhatikan saat shut-down
Jangan pernah mematikan laptop saat lampu indikator hard disk masih menyala. Jika lampu masih berkedip-kedip, artinya hard disk Anda masih bekerja. Hilangnya daya secara tiba-tiba (misalnya saat laptop dimatikan) bisa mengakibatkan kerusakan data atau gangguan pada kinerja harddisk. Pastikan lampu indikator harddisk telah mati dan harddisk Anda telah berhenti beraktivitas sebelum Anda mematikan laptop.

5. Laptop bukan laci
Tanpa disadari, pengguna laptop sering menaruh kertas-kertas di atas keyboard laptop dan menutup laptopnya. Hal ini sangat berbahaya karena risiko layar tergores menjadi besar.

6. Hindarkan dari medan magnet
Untuk melindungi data yang ada di dalam harddisk, jangan letakkan aneka perangkat yang mengandung atau menghasilkan medan magnet/elektromagnet kuat di sekitar laptop Anda. Misalnya speaker yang tidak berpelindung (unshielded speaker system) atau telepon selular. Jika Anda ingin mengakses Internet menggunakan fasilitas infrared pada ponsel, letakkan ponsel dalam jarak sekitar 15 cm dari laptop Anda.

Bau Surga Saat Puasa

Dikisahkan oleh Ustad Ahmad Zacky, ada sahabat Rasul yang mengira bahwa semakin bau mulutnya saat berpuasa, maka bau surganya semakin wangi, sehingga sahabat itu tak menyikat giginya selama tiga hari. "Ini salah kaprah," ujarnya. Yang dimaksud dengan kiasan hadis riwayat Ibnu Majah, yang menyebutkan bahwa mulut orang berpuasa lebih harum di sisi Allah ketimbang bau minyak kesturi, itu adalah menunjukkan hati dan mulutnya juga bersih.

Dari sisi medis, Dr Melanie Sadono Djamil, drg, MBiomed, juga mengingatkan bahwa orang berpuasa perlu memperhatikan kebersihan rongga mulutnya. Menurut pakar kesehatan gigi dari Universitas Trisakti ini, di dalam mulut ada ratusan ribu bakteri yang bisa terinduksi, lalu menghasilkan bau tak sedap. "Misalnya terinduksi oleh karbohidrat," ujarnya dalam diskusi di Hotel Crown Plaza, Jakarta, Selasa lalu.

Karena itu, setelah melahap karbohidrat, sebaiknya gigi dibersihkan secara saksama. Artinya menggosok gigi dengan cara mengarah dari gusi ke gigi. Kemudian, bagi yang susunan giginya kurang bagus, dianjurkan memakai benang gigi, lalu disemprot dengan water pick. Bila perlu ditambah kumur-kumur dengan menggunakan cairan antiseptik. "Antiseptik itu penting karena sikat gigi tidak sampai ke lidah yang ke arah dorsum (bagian belakang lidah) sekali," ucapnya.

Untuk mencegah bau mulut, Melanie menganjurkan menjauhi makanan yang meninggalkan bau cukup lama dan mudah melekat. Sebut saja jengkol, petai, durian, dan cokelat. Banyak orang sehabis sahur tidur lagi. Walhasil mereka tidur dengan kondisi makanan menempel di gigi hingga pukul 07.00. "Ada durasi kontaminasi terhadap gigi pada pukul 05.00-07.00."

Padahal dalam 30 menit saja bakteri di mulut dengan adanya sisa makanan dapat menurunkan pH rongga mulut, dari yang normal pH 7 menjadi di bawah pH 5--yang menunjukkan mulut dalam kondisi asam. Dalam keadaan ini, sisa makanan dapat membentuk plak. Sisa makanan mengeras, sehingga tidak bisa disikat lagi.

Untuk itu, Melanie menyarankan memilih asupan dengan gizi baik dan cukup serat. Konsumsi makanan sehat akan baik untuk pencernaan. Lambung yang mengalami gangguan bisa memicu bau mulut menjadi tidak sedap. Sebab, bakteri dari mulut yang tidak mati terproses di dalam lambung akan hidup di lambung, kemudian keluar melalui mulut. "Karena bakterinya hampir sama, yaitu bakteri rongga mulut, yang jika ditelan bisa berada di lambung juga."

Pada hari biasa, self cleansing pada gigi dilakukan dengan mengunyah makanan. Menurut Melanie, pada bulan puasa, dengan berbicara dan menelan ludah, self cleansing itu tetap berjalan. "Namun, tidak seefektif (kegiatan) makan." Sebagai solusi agar mulut tetap segar, Melanie menyarankan menggosok gigi sebelum Imsak dan tidur malam. Ia menambahkan, kandungan alam, seperti jeruk nipis, garam, dan daun sirih, dapat mempertahankan bakteri yang dibutuhkan pencernaan rongga mulut.

Pakar tumbuhan dan obat tradisional, dr Setiawan Dalimartha, menjelaskan, mengunyah daun sirih memberikan manfaat bagi kesehatan mulut. "Minyak asiri pada daun sirih adalah antibakteri yang membunuh bakteri dalam mulut," ujarnya dalam kesempatan yang sama. Sementara itu, bahan alam lain, seperti garam dan jeruk nipis, berkhasiat mengeluarkan racun serta memberikan rasa segar.

Agar Mulut selalu Segar

-Gosok gigi pada malam menjelang tidur dan setelah makan sahur.
-Pilih pasta gigi yang sesuai dengan gigi.
-Gunakan sikat yang berbulu lembut--yang tidak menimbulkan abrasi pada mulut.
-Gosok gigi dengan cara yang benar. Bagi yang susunan giginya kurang bagus, dianjurkan memakai benang gigi dan disemprot dengan water pick.
-Saat menyikat gigi, jangan lupa menyikat lidah dan gusi.
-Menyikat gigi dengan saksama dan tidak terlalu cepat, sehingga bagian yang sulit dapat dijangkau.
-Gunakan benang pembersih gigi untuk membuang sisa makanan di sela-sela gigi.
-Berkumur menggunakan obat kumur antiseptik atau rebusan ramuan air sirih setiap sahur.
-Menciptakan suasana rongga mulut bebas dari sisa makanan.
-Jauhi makanan yang meninggalkan bau cukup lama dan mudah melekat.
-Banyak minum air putih serta makan buah dan sayur pada saat sahur.
-Memilih makanan yang tidak menimbulkan kelainan, seperti karbohidrat dan makanan yang mudah melekat.
-Jika bau mulut tak kunjung hilang, sebaiknya periksa ke dokter.

sumber: tempointeraktif.com

Jiplak Lagu Terang Bulan, Malaysia Akan Disomasi

Malaysia terancam somasi dari Indonesia berkaitan dengan dugaan plagiat lagu. Lagu kebangsaan Malaysia, Negaraku, diduga hasil jiplakan lagu milik perusahaan rekaman di Surakarta, Lokananta. "Lagu kebangsaan Negaraku meniru salah satu lagu kita yang berjudul Terang Bulan," kata Kepala Lokananta, Surakarta, Ruktiningsih.

Lagu Terang Bulan sebenarnya tak diketahui penciptanya. Lagu tersebut pertama kali dinyanyikan secara kor di Radio Republik Indonesia Jakarta pada 1956. Lagu tersebut kemudian dipindahkan ke piringan hitam di perusahaan rekaman Lokananta, yang kini merupakan salah satu cabang Perum Percetakan Negara RI, pada 1965.

"Kedua lagu tersebut sangat identik dan sangat mirip, terutama dalam hal introduksi, nada, dan tempo lagu," kata Ruktiningsih.

Ruktiningsih menjelaskan, Negaraku hanya mengubah syair Terang Bulan. Musik pengiring Negaraku dimodifikasi dengan sentuhan orkestra. Adapun lagu Terang Bulan diiringi musik sejenis keroncong.

Konsultan hukum Lokananta, Jaka Irwanta, akan membicarakan dugaan penjiplakan ini dengan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik pekan depan. Ia hendak melayangkan surat somasi ke Kedutaan Besar Malaysia di Indonesia.

Jaka menceritakan, Presiden Soekarno pernah menghadiahkan piringan hitam lagu Terang Bulan kepada pemerintah Malaysia saat belum merdeka. "Namun, itu hanya hadiah, bukan untuk dijiplak," katanya.

Dalam situs www.malaysianmonarchy.org.my, lagu kebangsaan Malaysia Negaraku disebut memang diperkenalkan oleh orkes Indonesia. Berdasarkan cerita Raja Kamaruzzaman, putra Raja Mansur--Sekretaris Khusus Penguasa Kesultanan Perak pada 1887-1916, Sultan Idris Murshidul'azam Syah--lagu Terang Bulan disajikan oleh sebuah orkes dari Indonesia saat menggelar pertunjukan di Singapura. Setelah Negaraku ditetapkan sebagai lagu kebangsaan, lagu Terang Bulan masih diperdengarkan dalam acara masyarakat.

Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta belum bisa dimintai konfirmasi mengenai tudingan Lokananta. Ponsel Atase Pers Kedutaan Malaysia, Hamidah, tak aktif saat dihubungi. Ruktiningsih mengatakan klaim Malaysia atas tari Pendet membuat Lokanata mempermasalahkan dugaan penjiplakan ini.

sumber; tempointeraktif.com

Bukti Keterlibatan Hambali dalam Bom Bali 2002 Dinilai Kurang


Tersangka teroris asal Indonesia, Hambali, dikabarkan bakal lolos dari jerat hukum atas perannya dalam Bom Bali 2002 yang menewaskan 202 orang, termasuk 88 warga Australia.

Menurut The Weekend Australian yang mengutip sumber dari pejabat senior Amerika Serikat, jaksa militer kekurangan bukti untuk menuntut Hambali terkait pengeboman di Sari Club dan Paddy's Bar pada 12 Oktober 2002.

Kabar tersebut diperkirakan bakal menjadi pukulan keras terhadap para keluarga korban Bom Bali 2002.

Kendati demikian, pejabat Amerika Serikat tersebut mengatakan Hambali bisa dijerat atas teror yang dilakukan di tempat lain.

Seorang pejabat senior Amerika Serikat yang dekat dengan penyelidikan tersebut mengatakan masalah yang membuat mereka sulit menjerat Hambali dalam kasus Bom Bali 2002 adalah kurangnya bukti-bukti. “Saat ini, kasus terhadap Hambali terkait (Bom) Bali lemah,” ujar sumber tersebut seperti dikutip situs The Australian, Jumat (28/8). “Tetapi, penyelidikan belum berhenti. Penyelidikan masih terus berlanjut.”

Meski kekurangan bukti, para ahli dan analis intelijen menilai keterlibatan Hambali dalam Bom Bali 2002 sangat kuat.

Mantan Office of National Assesments Indonesia Ken Ward mengatakan Hambali mungkin tidak terkait dalam rencana operasi. Akan tetapi, Hambali diduga menyediakan dana US$ 30.500 untuk aksi Bom Bali 2002.

“Ia tidak memilih Sari Club atau Paddy's Bar, tetapi ia adalah orang yang mendikte target-target tersebut sebagai target operasi Jamaah Islamiyah di Indonesia,” lanjut Ward.

Hambali merupakan warga Indonesia bernama asli Riduan Isamuddin. Ia ditangkap pada 2003 di Thailand dalam operasi yang dilakukan pihak Amerika Serikat.

Hambali diduga menjadi korban teknik penyiksaan di Guantanamo Bay. Sebagai salah satu pemimpin operasi Al-Qaidah, Hambali diduga terkait dengan berbagai serangan teror di Indonesia termasuk bom di Hotel JW Marriott pada 2003 yang menewaskan 12 orang juga serangan bom di malam Natal yang merenggut nyawa 19 orang.

Meski bukti keterkaitan Hambali dengan kasus Bom Bali 2002 dinilai lemah, para pejabat Amerika Serikat menilai bukti keterlibatan Hambali dalam kasus bom di JW Marriott pada 2003 kuat.

“Kasus Marriott kuat,” ujar pejabat senior Amerika Serikat. “Kasus Bali masih dalam perkembangan. Kasus itu belum ditutup, tetapi sulit untuk berlanjut.”

Para jaksa militer Amerika Serikat sebelumnya mengisyaratkan bakal menuntut Hambali hukuman mati. Mantan Kepala Penuntut Militer Amerika Serikat Kolonel Mo Davis pada 2007 mengatakan peluang Hambali divonis hukuman mati besar.

Sumber: tempointeraktif.com

Wah, Lagu Kebangsaan Malaysia Diduga Jiplak Lagu Terang Bulan

Setelah bermasalah dengan tari Pendet, Malaysia, kembali terancam somasi dari Indonesia berkaitan dengan dugaan plagiat lagu. Tidak tanggung tanggung, lagu kebangsaan Malaysia, Negaraku, diduga menjiplak salah satu lagu milik perusahaan rekaman Lokananta yang berada di Surakarta. “Lagu kebangsaan Negaraku, diduga meniru salah satu lagu kita yang berjudul Terang Bulan,” kata Kepala perusahaan rekaman Lokananta Surakarta, Ruktiningsih, Jumat (28/8).

Lagu Terang Bulan sebenarnya tidak diketahui siapa penciptanya. Menurutnya, lagu tersebut pertama kali dinyanyikan secara koor di Radio Republik Indonesia stasiun Jakarta pada tahun 1956. Kemudian, lagu tersebut dipindahkan ke piringan hitam di perusahaan rekaman Lokananta, yang statusnya saat ini merupakan salah satu cabang dari perusahaan negara Perum Percetakan Negara RI. “Semua ada catatannya dalam kartu rekaman,” kata Ruktiningsih.

“Kedua lagu tersebut sangat identik dan sangat mirip, terutama dalam hal introduksi, nada dan tempo lagu,” kata Ruktiningsih. Menurutnya, hanya syairnya saja yang berubah. Selain itu, musik pengiring juga mengalami modifikasi dengan sentuhan orkestra. “Sebab lagu Negaraku merupakan lagu kebangsaan sehingga musik pengiringnya menyesuaikan,” kata Ruktiningsih. Sedangkan lagu Terang Bulan memakai iringan musik yang sejenis dengan musik keroncong.

Dirinya mengaku tidak tahu persis sejarah lagu Terang Bulan tersebut. Namun Ruktiningsih yakin, lagu Terang Bulan sudah lebih dulu ada sebelum Malaysia memperoleh kemerdekaannya. Lagu tersebut juga telah lama populer, jauh sebelum direkam di stasiun Radio Republik Indonesia Jakarta.

Sebenarnya, dirinya sudah mengetahui sejak lama adanya dugaan menjiplakan lagu Terang Bulan tersebut oleh Malaysia. Semula, pihaknya hanya berdiam diri dan tidak pernah mempermasalahkan. “Namun setelah adanya kasus tari Pendet, kita tidak bisa lagi berdiam diri,” katanya.

Menurut konsultan hukum Lokananta, Jaka Irwanta, pihaknya akan segera menghadap Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Jero Wacik, untuk membicarakan masalah dugaan penjiplakan lagu milik Lokananta oleh Malaysia. “Kemungkinan pekan depan kita akan ke Jakarta,” kata Jaka Irwanta, Jumat (28/8).

Jaka mengatakan, agenda dalam pertemuan tersebut akan membicarakan mengenai kemungkinan dilakukannya pelayangan surat somasi kepada Kedutaan Besar Malaysia di Indonesia.

Dirinya mengakui, jika somasi tersebut dilayangkan, berpotensi membawa akibat besar terhadap hubungan antar negara. “Sebab tidak main-main, yang disomasi adalah lagu kebangsaan,” kata Jaka. Hanya saja menurutnya, Malaysia perlu untuk mendapatkan pelajaran agar dapat menghargai kebudayaan bangsa lain, terutama Indonesia.

Selanjutnya Jaka menceritakan, sebenarnya Presiden Soekarno memang pernah menghadiahkan piringan hitam lagu Terang Bulan kepada pemerintah Malaysia, yang saat itu belum merdeka. “Namun itu hanya hadiah, bukannya untuk dijiplak,” katanya.

AHMAD RAFIQ

Suber: tempointeraktif.com

Kamis, 27 Agustus 2009

Curigai Orang Berjenggot dan Berjubah Langgar HAM


Ajakan pihak kepolisian di sejumlah daerah agar masyarakat lebih waspada terhadap orang-orang dengan penampilan berjenggot dan berjubah menuai kontroversi. Sebab, sikap kewaspadaan terhadap kelompok dengan penampilan yang dianggap identik dengan teroris itu melanggar hak asasi manusia (HAM).

Menurut Komisioner Komnas HAM Bidang Pendidikan dan Penyuluhan Saharudin Daming, tiap orang memiliki hak dan kebebasan untuk membentuk karakter pribadinya, termasuk untuk berpenampilan berjenggot dan berjubah sebagaimana terdapat dalam agama Islam. Hak tersebut tidak dapat dibatasi apalagi dikurangi.

"Jika polisi sudah masuk ke tahap waspada, apalagi sampai curiga, maka itu sudah melanggar HAM," kata Saharudin dalam diskusi "Waspada terhadap Orang Berjubah dan Berjanggut", di Jakarta, Rabu (26/8).

Menurut dia, jenggot dan jubah tidak selalu identik dengan apa yang diprasangka dan menjadi stigmatisasi sebagian kalangan terhadap para pelaku terorisme. Ia menilai, dengan ajakan sikap kewaspadaan yang berlebihan tersebut, justru menunjukkan bahwa polisi tidak mengenal siapa sebenarnya kelompok-kelompok dalam jaringan terorisme.

"Jangan dengan gampang menjadikan suatu ciri sebagai stereotipe sebagai pelaku teror. Ini sama saja dengan menebar kebencian terhadap kelompok tertentu," ujarnya.

Ia juga mencontohkan kejadian beberapa waktu lalu di Cikupa, Tangerang, ketika seorang pria berjenggot dan berjubah dengan istrinya yang bercadar mendapatkan interogasi yang berlebihan dari warga karena penampilannya yang dianggap mirip teroris itu.

"Ini salah satu akibat dari sikap kewaspadaan yang tidak pada tempatnya. Jelas ini mengganggu kenyamanan seseorang dalam mengekspresikan martabat dirinya," kata Saharudin.

Ia juga meminta agar polisi meninggalkan sikap-sikap represif dalam menangani persoalan radikalisme semacam ini. Tindakan represif dan kekerasan justru akan memperluas radikalisme itu sendiri. Menurutnya, harus ada pendekatan yang sifatnya dialogis dan humanis untuk merangkul kelompok-kelompok yang berpotensi dekat dengan teroris.

"Cobalah undang dan ajak dialog kelompok-kelompok yang berjenggot dan berjubah. Apa yang sebenarnya mereka inginkan. Harus ada koreksi terhadap kebijakan-kebijakan yang diskriminatif," katanya.

Sumber: kompas.com

Banjir Buku Agama di Bulan Puasa


Ada fenomena menarik yang muncul dalam beberapa tahun belakangan ini. Saban menjelang puasa, sejumlah penerbit seolah berlomba-lomba meluncurkan buku-buku agama Islam.

Jenisnya pun cukup beragam, dari buku tentang puasa, salat, kisah para nabi, hingga petunjuk praktis beribadah. Yang menarik, aneka buku Islam yang hadir pada puasa kali ini jenisnya lebih beragam dan halamannya tebal-tebal. Bahkan beberapa di antaranya hadir dalam edisi luks. Selain itu, ada yang dirilis dalam bentuk ensiklopedia.

Di lantai dasar toko buku Leksika, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, aneka buku bertema Islam tampak ditata begitu rapi. Buku-buku itu sengaja dipajang di dekat pintu masuk toko tersebut dengan tujuan agar setiap pengunjung yang datang bisa langsung melihatnya. Strategi itu diterapkan Leksika bukan tanpa alasan. Menurut Branch Manager Leksika Agus

Manuntun, berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, permintaan terhadap jenis buku tersebut memang meningkat saban memasuki bulan Ramadan. "Ketertarikan orang terhadap buku Islam biasanya meningkat menjelang bulan puasa itu berulang setiap tahun," kata Agus.

Namun, tahun ini Agus mesti menyiapkan tempat yang lebih besar karena, pada bulan puasa kali ini, buku Islam yang datang rata-rata berukuran besar dan tebal. "Setahun terakhir ini memang kelihatan semakin banyak yang menerbitkan buku jenis referensi yang tebal-tebal," ujarnya.

Harga buku-buku referensi Islam yang tebal-tebal itu cukup mahal. Rata-rata di atas Rp 100 ribu. Meski begitu, ternyata animo pembelinya lumayan tinggi. Agus menuturkan, seorang pembeli tanpa ragu merogoh koceknya lebih dari Rp 1,4 juta untuk membeli dua bundel fikih, yang terdiri atas tiga volume. "Justru sekarang ini sepertinya yang laku ya buku-buku yang tebal itu."

Salah satu buku referensi yang angka penjualannya cukup tinggi, tutur Agus, adalah M.Quraish Shihab Menjawab; 1001 Soal Keislaman. Agus bercerita, pernah melihat sendiri seorang ibu memborong 20 eksemplar buku terbitan Lentera Hati, Ciputat, Tangerang tersebut.

Buku karangan Quraish itu mengupas pelbagai pertanyaan, baik tentang ajaran maupun problema sehari-hari dalam menjalankan ibadah. Misalnya ada pertanyaan soal boleh-tidaknya menyikat gigi setelah imsak.

Selain itu, Lentera menerbitkan buku karya Quraish lainnya: Ensiklopedi Al-Quran: Kajian Kosakata dan Tafsirnya. Lalu ada juga Tafsir Al-Mishbah, yang terdiri atas 15 volume, yang setiap volumenya rata-rata lebih dari 500 halaman.

Penerbit Litera AntarNusa juga ikut meramaikan pasar buku referensi dan ensiklopedia Islam dengan menerbitkan karya klasik penulis Mesir, Muhammad Husain Haekal. Litera menerbitkan empat buku berseri karya Haekal, antara lain Sejarah Hidup Muhammad, Usman bin Affan, dan Ummar bin Khattab.

Berdasarkan penelusuran Tempo di beberapa toko buku, mayoritas buku referensi Islam yang ditawarkan berupa tafsir Al-Quran dan hadis serta pembahasan soal salat dan zikir.

Namun, tema yang paling banyak adalah kupasan pelbagai sisi Nabi Muhammad, dari perjalanan hidup hingga caranya menjalankan ajaran agama.Peluang bisnis buku referensi Islam ini membuat kelompok penerbit Grafindo Khazanah Ilmu ikut pula menjajalnya. Menurut Direktur Grafindo Hery Sucipto, riset kecil-kecilan yang mereka buat menunjukkan bahwa masyarakat, khususnya di kelas ekonomi menengah ke atas, memang mulai tertarik pada buku referensi.

Namun, Hery tak mau mengikuti tema-tema yang sudah ada, dan mencari celah. Akhirnya Grafindo memilih ensiklopedia tentang aliran, gerakan, dan partai Islam di seluruh dunia.

Buku setebal 700 halaman ini ditulis Abdul Mun'im al-Hafni, seorang sejarawan dari Timur Tengah.

Hery sengaja menerbitkan buku tersebut pada bulan puasa. Soalnya, pada bulan puasa biasanya peningkatan pembelian buku Islam cukup tajam. Ia juga mencetak 3.000 eksemplar karena optimistis buku ini tak hanya diminati di bulan Ramadan, tapi juga sepanjang tahun.

Penerbit Mizan punya alasan sendiri menerbitkan buku-buku referensi Islam belakangan ini. Menurut CEO Penerbit Mizan Pangestuningsih, dia melihat ada kejenuhan di kalangan pembaca terhadap buku yang ada selama ini, yang kebanyakan membahas berbagai sendi agama Islam hanya secara singkat serta sebatas berisi panduan-panduan ibadah praktis.

Mizan mencoba mengatasi kejenuhan tersebut dengan menerbitkan kembali buku-buku klasik yang dibuat oleh ulama-ulama di jazirah Arab. Ternyata buku-buku tersebut mendapat sambutan yang baik.

Bahkan, ketika Mizan masih mencetak Mutiara Riyadhushalihiin, buku Imam Al-Nawawi tentang akhlak dan amal, sebuah yayasan di Jawa Timur telah memesannya sebanyak 5.000 eksemplar. "Inilah yang mendorong kami terus menggarap buku-buku babon agama Islam lainnya," kata Tutuk, sapaan Pangestuningsih.

Besarnya antusiasme itu membuat Tutuk yakin karya klasik masih punya daya tarik yang tak lekang waktu. "Cuma memang, kami harus mengolahnya lagi agar penyajiannya lebih populer dan tidak sekaku dulu."

Tingginya angka penjualan buku referensi juga tak hanya terjadi lewat jalur toko buku. Pelangi Mizan, yang memfokuskan diri pada penerbitan buku ensiklopedia yang dijual lewat sistem direct selling, juga mencatat tren tersebut.

CEO Pelangi Mizan Irfan Amalee melihat, dalam dua tahun terakhir ada peningkatan permintaan terhadap buku-buku referensi yang berisi dasar-dasar pengetahuan Islam. "Masa buku sekali baca sepertinya sudah lewat," ujar Irfan. "Orang mulai tertarik mencari buku referensi, yang bisa dijadikan rujukan berbagai hal dalam agama."

Irfan menceritakan, buku referensi, apalagi ensiklopedia, yang penuh gambar, butuh waktu pengerjaan yang lama dan investasi hingga miliaran rupiah. Karena itu, Pelangi Mizan tak terlalu memasang target tinggi. Di luar dugaan, berbagai ensiklopedia yang sudah mereka pasarkan, seperti Ensiklopedia Bocah Muslim, sudah masuk cetakan keenam atau sudah laku sekitar 18 ribu kopi.

Yang membuat Irfan yakin bahwa bisnis buku referensi akan semakin menjanjikan adalah penjualan terbitan terbaru mereka, Ensiklopedia Muhammad karya penulis asal Pakistan, Afzalur Rahman. Menurut dia, jauh sebelum ensiklopedia ini selesai dicetak, sudah ada pemesanan hingga seribu eksemplar.

Tentu saja tren itu sangat menguntungkan bagi Pelangi Mizan. Namun, lepas dari itu, Irfan berpendapat, ketertarikan terhadap buku babon tersebut menunjukkan semakin dewasanya pembaca di Indonesia. "Buat saya, ini pertanda yang bagus bagi dunia Islam di Indonesia."

Sumber: tempointeraktif.com

Rabu, 26 Agustus 2009

Ekonomi Ramadan

Ramadan adalah momentum besar tahunan umat Islam untuk melakukan perbaikan diri baik secara moral, spiritual, maupun material. Peningkatan kualitas diri secara moral dan spiritual melalui Ramadan telah lama dan banyak dibahas. Namun, perbaikan kualitas diri secara material tidak banyak mendapat perhatian. Tulisan ini akan menganalisis aspek ekonomi dari Ramadan.

Ibadah terpenting di bulan Ramadan adalah ibadah puasa. Puasa secara langsung akan mengubah pola konsumsi umat muslim, yaitu turunnya konsumsi individu yang berpuasa. Secara makro, hal ini akan menurunkan konsumsi agregat, khususnya barang kebutuhan pokok. Pada saat yang sama, di bulan Ramadan terdapat anjuran yang sangat kuat untuk berderma, seperti memberi makan orang yang berbuka puasa. Hasil akhirnya adalah terjadi efek saling meniadakan, konsumsi orang kaya menurun, konsumsi orang miskin meningkat.

Dengan demikian, tujuan akhir yang hendak dicapai Ramadan adalah pemerataan konsumsi melalui consumption transfer dari kelompok kaya ke kelompok miskin sehingga proporsi konsumsi kelompok miskin dalam konsumsi agregat akan meningkat. Dengan demikian, tidak akan ada tekanan permintaan yang mendorong kenaikan harga-harga (demand pull inflation). Distribusi konsumsi yang lebih merata akan menekan masalah-masalah sosial di masyarakat, seperti kelaparan ekstrem, kurang gizi dan gizi buruk pada anak, minimnya akses terhadap air bersih, menurunnya tingkat kematian bayi, serta meningkatkan kohesi sosial.

Namun, yang kita saksikan hari ini sangat jauh dari idealita. Konsumsi kelompok kaya tidak menurun, bahkan meningkat pesat. Akibatnya, terjadi kenaikan permintaan barang dan jasa secara signifikan sehingga mendorong inflasi. Dan yang paling keras terpukul oleh kenaikan harga ini jelas adalah kelompok miskin. Transfer konsumsi dari kelompok kaya ke kelompok miskin juga tidak berjalan mulus. Alih-alih meningkat, proporsi konsumsi kelompok miskin justru menurun tergerus oleh inflasi.

Lebih jauh lagi, selama bulan Ramadan, umat Islam juga sangat dianjurkan untuk memperbanyak ibadah dan meninggalkan aktivitas yang tidak bermanfaat. Dengan demikian, konsumsi kelompok kaya yang umumnya merupakan konsumsi barang non-primer akan menurun. Ramadan juga akan mendorong aktivitas konsumsi yang berbasis moral dan etika, seperti makanan dan minuman halal, busana muslim, dan perlengkapan ibadah. Hal ini akan mendorong konsumsi yang lebih berkualitas melalui consumption switching dari konsumsi barang-barang mewah dan tidak beretika ke barang-barang primer dan berbasis etika.

Namun, sekali lagi kita menyaksikan hal yang jauh dari ideal. Konsumsi non-primer masyarakat muslim terlihat tidak menurun, bahkan meningkat. Pusat-pusat belanja justru semakin dipadati pengunjung, tempat-tempat wisata dan hiburan tidak menjadi sepi. Aktivitas televisi justru meningkat menjadi 24 jam di bulan Ramadan, yang isi dan kualitas tayangannya secara ironis justru jauh dari semangat Ramadan. Hasrat konsumerisme berbalut ritual artifisial justru semakin dikobarkan di bulan suci.

Pengentasan angka kemiskinan
Aktivitas lain yang sangat didorong di bulan Ramadan adalah sedekah. Sedekah adalah bentuk pengakuan paling mendasar atas konsep istikhlaf (perwakilan); bahwa pada esensinya seluruh harta adalah milik Allah (QS 10: 66). Terinternalisasinya konsep istikhlaf ini secara kuat akan menekan aktivitas penimbunan harta, perlombaan dalam mengejar kekayaan, kejahatan ekonomi, dan kesenjangan sosial.

Secara umum terdapat dua jenis sedekah, yaitu sedekah wajib dan sedekah sunah. Sedekah wajib adalah zakat, yaitu zakat fitrah (jiwa) dan zakat maal (harta). Sedangkan sedekah sunah memiliki banyak bentuk, dari infak, sedekah jariyah, dan wakaf, hingga sumbangan tenaga dan pemikiran. Filantropi Islam, berbeda dengan filantropi konvensional, berakar dari kepercayaan terhadap Tuhan yang menciptakan bumi dan langit serta seluruh isinya untuk kepentingan semua manusia. Filantropi Islam bernilai transendental tinggi, tidak akan menjadi sarana pencucian dosa atau tameng dari agenda tersembunyi, dan bukan kegiatan insidental.

Filantropi Islam memiliki peran penting dalam perekonomian. Peran penting pertama terkait dengan pengentasan angka kemiskinan. Instrumen filantropi Islam adalah mekanisme transfer dari kelompok kaya ke kelompok miskin yang tepat sasaran. Pada saat yang sama, instrumen filantropi Islam telah berperan sebagai jaring pengaman sosial yang efektif.

Dengan adanya transfer pendapatan dari kelompok kaya ke kelompok miskin, akan terjadi peningkatan permintaan barang dan jasa dari kelompok miskin, yang umumnya adalah kebutuhan dasar. Permintaan yang lebih tinggi untuk kebutuhan dasar masyarakat terkait dengan filantropi Islam ini akan mempengaruhi komposisi produksi barang dan jasa yang diproduksi dalam perekonomian sehingga akan membawa pada alokasi sumber daya menuju ke sektor-sektor yang lebih diinginkan secara sosial. Hal ini akan meningkatkan efisiensi alokatif dalam perekonomian.

Dalam perekonomian yang tidak memiliki mekanisme transfer pendapatan dan sebagian besar penduduknya adalah miskin, kebutuhan riil masyarakat sering tidak tecermin dalam permintaan pasar. Barang dan jasa yang amat dibutuhkan rakyat banyak, seperti pangan, papan, air bersih, kesehatan, dan pendidikan, sering kali tidak diproduksi. Dengan instrumen filantropi yang mentransfer pendapatan orang kaya ke orang miskin, maka permintaan barang dan jasa orang miskin akan meningkat. Dalam konteks ini kita dapat memandang fungsi alokatif filantropi Islam yang merealokasi sumber daya dari orang kaya ke orang miskin ini sebagai cara yang efektif untuk memerangi kemiskinan.

Di Indonesia, potensi filantropi Islam yang sangat besar belum mampu mengangkat kelompok miskin keluar dari jurang kemiskinan. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh perilaku penderma yang masih amat karikatif, yaitu berorientasi jangka pendek, desentralistis, dan interpersonal. Filantropi sering dilakukan dalam bentuk konsumtif, dilakukan secara individual, dan tidak terorganisasi.

Dibutuhkan upaya revitalisasi dengan menggugah kesadaran dan sekaligus mengubah perilaku penderma. Menggugah kesadaran umat sangat penting karena sampai kini terdapat kesenjangan yang besar antara potensi dan realisasi dana filantropi Islam. Selain itu, dibutuhkan rekonstruksi paradigma sedekah dari sedekah personal-jangka pendek yang bersifat karikatif menjadi sedekah institusional-jangka panjang yang lebih bersifat pemberdayaan. Upaya penting lainnya adalah meningkatkan kapasitas lembaga amil dan pengelola dana filantropi Islam. Selain untuk meningkatkan efektivitas pendayagunaan dana filantropi Islam, hal ini penting untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pengelola dana filantropi.

Produktivitas
Salah satu aktivitas lain yang banyak dianjurkan di bulan Ramadan adalah aktivitas menuntut ilmu, baik ilmu dunia maupun akhirat. Ramadan adalah momentum bagi umat Islam untuk memperdalam ilmu serta menyebarluaskan dan mengembangkannya. Hal ini sangat relevan di tengah kecenderungan perekonomian yang saat ini semakin bergeser ke keunggulan berbasis pengetahuan (knowledge economy).

Ilmu dan teknologi adalah satu-satunya sumber produktivitas dan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Perekonomian-perekonomian maju umumnya tumbuh tinggi dan berkesinambungan dengan membuat teknologi berkembang secara built-in dan sistemik dalam perekonomian (endogenous growth). Hal ini dilakukan antara lain melalui pengembangan sektor pendidikan, belanja R & D yang memadai, penghargaan dan perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual, serta link and match antara pendidikan, riset, dan industri.

Dengan demikian, Ramadan semestinya menjadi ajang evaluasi sektor pendidikan dan riset kita. Sudah saatnya negeri ini memiliki sistem pendidikan agama dan umum yang terintegrasi, penghargaan terhadap hasil karya teknologi anak bangsa, keterkaitan yang erat antara riset dan industri, serta strategi penguasaan teknologi yang jelas menuju industri nasional yang tangguh dan mandiri. Hanya dengan demikian,produktivitas perekonomian meningkat dan pertumbuhan akan berkelanjutan.

Yusuf Wibisono, Wakil Kepala Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah FEUI

Sumber: tempointeraktif.com

Agar Nggak Dicaplok Negara Tetangga, Yogya Patenkan 300 Motif Batik


Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta baru mematenkan 300 motif batik dari 1.500 motif yang dimiliki. Itu pun hak patennya dilakukan di Indonesia, bukan paten yang diakui secara internasional. "Baru batik yang dipatenkan. Siapa yang akan membuat motif sama, tidak boleh," ujar Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X di Kepatihan kemarin.

Menurut Sultan, motif batik Yogyakarta adalah buatan leluhur sehingga tidak diketahui dengan pasti siapa yang menciptakan motif-motif batik tersebut. Dengan demikian, pemerintah Yogyakarta yang mendaftarkan hak paten tersebut. Sultan juga mengatakan dalam undang-undang, hak paten atas nama pemerintah daerah memang dimungkinkan.

Sebelumnya, Ketua Umum Yayasan Sekar Jagad, Suliantoro Sulaiman, mengatakan Indonesia akan memperoleh pengakuan dari United Nations Educational Scientific and Cultural Organization atau Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) yang memutuskan batik tulis Indonesia sebagai warisan pusaka dunia. "Sudah diproses dan diputuskan bahwa batik Indonesia sebagai pusaka dunia, yang akan diumumkan pada 2 Oktober mendatang," katanya.

Yayasan Sekar Jagad adalah salah satu organisasi pencinta batik yang ikut menyiapkan risalah data dan memberikan pernyataan mengenai keberadaan batik kepada UNESCO. Pihak lain yang ikut mengajukan dan menandatangani soal kepemilikan batik Indonesia ini adalah pemerintah melalui Kantor Dagang Indonesia dan Raja Keraton Yogyakarta yang juga Gubernur Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono, sebagai pemilik Museum Batik Indonesia, serta berbagai pihak yang selama ini memiliki perhatian dengan batik Indonesia.

Sumber: tempointraktif.com

Bersama Memerangi Teroris

Tidak selayaknya polisi mengawasi dakwah selama bulan Ramadan. Upaya seperti itu sia-sia bila bertujuan mencegah terorisme, apalagi menangkap peneror. Namanya saja teroris, mereka tak bakal berkoar-koar atau mencari dukungan di tempat umum. Kendati berkedok ajaran agama Islam, teroris selalu beraksi secara terselubung.

Kepala Kepolisian RI Jenderal Bambang Hendarso Danuri membantah adanya upaya mengawasi dakwah. Ia mengatakan tugas ini merupakan domain Departemen Agama. Menurut Bambang, polisi hanya akan turun tangan jika Departemen Agama kewalahan.

Walaupun melegakan, pernyataan itu masih perlu dibuktikan dengan kenyataan di lapangan. Apakah polisi benar-benar hanya akan mengejar teroris atau masih saja memata-matai kegiatan agama? Polisi harus berpikir cerdas. Pendekatan yang salah justru akan mengundang antipati kalangan umat Islam. Sedangkan teroris yang sebenarnya dibiarkan lolos.

Itulah peliknya memerangi teroris. Polisi juga harus mampu memetakan gerakan kaum muslim, yang amat beragam. Penampilan mereka pun berbeda-beda. Ada yang cukup bersarung dan berkopiah, ada juga yang bergamis dan berjenggot bagi lelaki serta bercadar bagi perempuan. Begitu pun, itu bukan ciri bahwa mereka teroris, karena teroris tak bisa dilacak hanya dari penampilan luarnya.

Jangan heran bila penangkapan sejumlah anggota Jamaah Tabligh asal Filipina baru-baru ini mengundang protes. Meski penampilan dan gerak-geriknya mencurigakan, mereka tak ada sangkut-pautnya dengan teroris. Mereka cuma ingin berdakwah secara damai.

Harus diakui, jaringan teroris sering memanfaatkan masjid atau pesantren untuk merekrut pengikutnya. Tapi tidaklah tepat bila polisi lantas mencurigai semua kegiatan masjid dan pesantren di negeri ini, apalagi sampai mengawasi dakwah mereka. Lebih baik polisi tetap berfokus mengusut dan mengejar para pelaku yang tersangkut langsung oleh aksi teror.

Bukan berarti kita tidak perlu berupaya mencegah munculnya ajaran atau pemikiran yang pro-teroris. Ikhtiar ini justru harus dilakukan semua pihak, pemerintah, masyarakat, tokoh agama, juga keluarga. Lewat kampanye antiteroris, pemerintah bisa mendorong masyarakat menjauhi keyakinan yang menyesatkan. Peran tokoh agama dan keluarga juga tak kalah penting dalam menghadang tumbuhnya teroris.

Pemerintah tak perlu mencurigai agama tertentu atau mengawasinya sekalipun lewat Departemen Agama. Jika hal ini dilakukan, apa bedanya dengan di zaman Orde Baru? Saat itu para pendakwah sering diawasi, terutama mereka yang cenderung mengkritik pemerintah. Jika langkah ini dilakukan sekarang tidaklah sesuai dengan semangat demokrasi sekaligus kebebasan menjalankan ibadah, hal yang dijamin oleh konstitusi kita.

Dalam era demokrasi, pemerintah jelas harus berubah sikap dalam memerangi dan mencegah kejahatan yang berbahaya bagi negara, seperti aksi terorisme. Bukan dengan mencurigai masyarakat, terutama kaum muslim, melainkan justru mengajak mereka bersama-sama membasmi teroris.

Sumber: tempointeraktif.com

Selamatkan Tari Pendet

Pukulan menyakitkan datang lagi dari Malaysia. Negara tetangga itu belum berhenti mencaplok seni budaya Indonesia. Kali ini tari Pendet dipakai untuk menjual pariwisata Malaysia. Belajar dari masa lalu, sekadar protes dan marah-marah tidaklah cukup. Pemerintah harus lebih aktif melindungi budaya negeri ini dengan mengurus hak kekayaan intelektual.

nsiden tari Pendet muncul saat Malaysia menayangkan iklan promosi wisata yang bertajuk "Enigmatic Malaysia". Dalam iklan yang diputar di stasiun televisi Discovery Channel itu Malaysia menggunakan tari Pendet sebagai ikon pemikat turis.

Masyarakat Indonesia pun berang. Para seniman di Bali berunjuk rasa. Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik mengundang Wakil Duta Besar Malaysia ke kantornya. Mereka marah karena tari Pendet jelas-jelas khas Bali. Dulu, tari yang biasa digelar di pura ini dimaksudkan untuk menyambut kedatangan dewata ke alam dunia. Lalu, koreografer Bali, I Wayan Rindi, sedikit mengubahnya menjadi tari "ucapan selamat datang" kepada para tamu.

Kisah pencaplokan seni budaya seperti ini bukan yang pertama kali. Dua tahun yang lalu khalayak juga gempar ketika Malaysia mengklaim lagu Rasa Sayange , yang sudah tersohor sebagai lagu Maluku, sebagai miliknya. Negeri itu juga mengadopsi reog, yang jelas-jelas asli dari Ponorogo. Bahkan reog yang ada di Malaysia pun dikenali sebagai buatan Ponorogo, Jawa Timur.

Saking kesalnya, masyarakat Maluku dan Ponorogo berencana mengadukan Malaysia ke Mahkamah Internasional sebagai perampas "hak cipta" lagu dan seni budaya. Tapi kasus itu juga berakhir setelah Duta Besar Malaysia Dato' Zainal Abidin Zain meminta maaf. Setelah itu, pemerintah kembali melupakan upaya melindungi budaya tradisional.

Sampai kapan pemerintah Indonesia membiarkan pencaplokan? Saat ini Malaysia memang "haus budaya lokal". Mereka telah memboyong para pembatik dari Solo, serta perajin angklung dari lingkungan Mang Udjo, Bandung. Dengan cara itulah Malaysia kini menjadi negara nomor satu penggaet turis asing di Asia Tenggara dengan mengantongi 20 juta turis setahun, mengalahkan Thailand (15 juta turis) dan Indonesia (6,4 juta turis).

Itu sebabnya, pemerintah harus lebih serius melindungi seni budaya tradisional dari tangan para "perampas". Upaya seperti menginventarisasi jenis-jenis batik dan mendaftarkannya ke UNESCO (badan PBB yang mengurusi budaya) amat bagus. Tapi langkah ini harus diikuti dengan upaya konkret melindungi hak cipta karya seni tradisional yang umumnya tidak jelas penciptanya.

Mestinya pemerintah memanfaatkan senjata berupa ketentuan perlindungan “indikasi asal” yang tercantum dalam Konvensi Paris versi WIPO (Organisasi Hak Kekayaan Intelektual Dunia). Ketentuan ini bisa dipakai melindungi kreasi budaya Indonesia. Indikasi asal merujuk pada sejarah, akar, budaya, tradisi pembuatan, dan lingkungan yang menumbuhkannya. Contohnya, reog Ponorogo jelas milik rakyat Ponorogo. Tari Pendet juga tak ada keraguan milik Bali.

Negara-negara maju mati-matian melindungi hak kekayaan intelektual mereka--merek, hak cipta, dan paten--dengan berbagai cara. Sungguh bodoh jika kita terus-menerus menelantarkan kekayaan budaya bangsa ini.

Sumber: tempointeraktif.com

Jika Petruk Menagih Janji Presiden


Ada yang berbeda dari sosok Mbah Surip. Ia memang masih berambut gimbal, bertopi, dan menggendong gitar butut. Namun, hidung Mbah Surip kini panjang, tak lagi pesek seperti biasanya.

Di tangan perupa Felix S. Wanto, 44 tahun, wajah Mbah Surip sengaja dibuat mirip tokoh punakawan Petruk. Sebab, lukisan dengan cat akrilik berjudul Nagih Janji itu memang sengaja diciptakan Felix untuk sebuah pameran bersama bertajuk "Petruk Nagih Janji" di Bentara Budaya Yogyakarta, 19-29 Agustus 2009.

Tema pameran "Petruk Nagih Janji" sengaja dipilih Bentara Budaya Yogyakarta sebagai respons atas usainya pesta demokrasi di Indonesia, baik pemilu legislatif maupun pemilu presiden. Banyak janji ditebar selama masa kampanye pemilu legislatif maupun pemilu presiden. Maka Petruk--sebagai representasi wong cilik--giliran menagih janji-janji itu.

"Petruk adalah penantian. Karena itu, ia tidak dapat mati. Jagat raya berjalan dari zaman ke zaman, dari kerajaan ke kerajaan, dari penguasa ke penguasa, dan Petruk selalu ada di sana, menanti karena janji, baginya, belum dipenuhi," Sindhunata menuliskan dalam kuratorial pameran.

Bentara Budaya Yogyakarta kemudian menggandeng 18 perupa untuk memvisualkan ekspresi wong cilik ketika menagih janji. Perupa Felix S. Wanto, misalnya, mengambil sosok Mbah Surip sebagai representasi nasib tragis wong cilik yang selalu dibohongi oleh janji-janji.

"Mbah Surip, si Petruk kecil, ternyata ke mana-mana hanya menggendong harapan yang tak pernah menjadi kenyataan. Sebab, di negeri ini memang wong cilik selalu dijanjeni dan diberi mimpi," katanya.

Namun, tidak selamanya wong cilik hanya bisa pasrah. Menurut perupa Subandi Giyanto, 51 tahun, wong cilik bisa menjadi amat marah karena terus-menerus dibohongi. Jika wong cilik marah, ia bisa merusak apa saja, termasuk membikin para dewa lari tunggang-langgang.

Kemarahan wong cilik itu digambarkan Subandi melalui lukisan bergaya dekoratif wayang berjudul Petruk Nagih Janji. Petruk yang dalam kondisi marah digambarkan berubah menjadi sosok raksasa yang amat menakutkan. Bagong, saudara kandungnya, nyaris menjadi korban. Gareng tak kuasa menahan kemarahan Petruk, sementara Togog dan Bilung memilih lari. Para dewa di kahyangan juga lari tunggang-langgang setelah melihat kemarahan Petruk.

"Seorang pemimpin harus berpegang teguh pada apa yang diucapkan. Apabila tidak, rakyat marah. Apabila rakyat marah, maka rusaklah tatanan hidup. Sebab, semua akan menggunakan aturannya sendiri," kata Subandi.

Tidak selamanya wong cilik marah. Yang paling banyak terjadi adalah sumpah serapah ketika wong cilik sadar hanya menjadi korban janji palsu para (calon) pemimpin. Hal inilah yang diekspresikan Kelompok Hitam Manis dalam karya instalasinya yang berjudul Sumpah Serapah.

Kelompok Hitam Manis terdiri atas perupa Putu Sutawijaya, I Wayan Agus Novianto, I Nyoman Adiana, I Nyoman Agus Wijaya, Maslihar aka Panjul, Robert Kan, dan Yoyok Sahaja. Mereka membuat sebuah patung wajah berhidung panjang dengan bahan pelat besi yang dilas. Dari mulutnya yang menganga lebar, meluncurlah aneka huruf dan angka hingga bertebaran ke segala arah.

Tidak semua perupa memunculkan sosok Petruk. Perupa Lulus Santosa, 42 tahun, justru menampilkan seekor anjing yang sedang duduk di sebelah kipas angin pada karyanya yang berjudul Makan Angin. Menurut Lulus, wong cilik akan selalu menelan janji kosong alias makan angin atas janji-janji yang disampaikan para pemimpin.

Sosok anjing juga dimunculkan perupa Heri Dono, 49 tahun, dalam lukisan berjudul Kampanye Partai Binatang. Heri menampilkan sesosok makhluk berkaki empat yang sedang berpidato berapi-api di atas mimbar. Tangan kirinya menuding ke udara, sedangkan tangan kanannya memegang bendera yang berkibar tertiup angin. Ratusan anjing dengan lidah terjulur mendengarkan pidato di atas mimbar.

Lain lagi yang dilakukan Terra Bajraghosa, 28 tahun. Staf pengajar desain komunikasi visual di Institut Seni Indonesia Yogyakarta ini justru membuat karya animasi berjudul Kata-kata Bijak. Kali ini Terra tetap menggunakan tokoh Petruk dengan "Pilox Ajaib"-nya untuk merespons aneka janji para pemimpin yang dilansir di sejumlah media massa.

Terra dengan tokoh Petruk dan "Pilox Ajaib"-nya merespons janji-janji para pejabat dengan cara mengubah atau menambahinya, sehingga sejumlah janji itu menjadi kata-kata yang absurd atau lucu. Contohnya Petruk bertemu dengan sederet kalimat "Melanjutkan pengobatan gratis bagi yang tidak mampu." Dengan "Pilox Ajaib"-nya, Petruk kemudian menuliskan kata-kata, "Yang ngobatin Tuhan ya jelas gratis. Tapi, obat tetep beli, dokter tetep bayar."

Ada belasan kalimat janji yang direspons Petruk dengan "Pilox Ajaib"-nya. Selain masalah pengobatan gratis, Terra menyinggung soal janji pemimpin bangsa agar tidak lagi terjadi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di negeri ini. Petruk dengan "Pilox Ajaib"-nya kemudian menggambar wajah aktivis HAM Munir dan kalimat "Aah, tenane. Jangan ngapusi," sebagai respons atas janji itu.

Pesan yang hendak disampaikan Terra Bajraghosa melalui karya animasinya ini adalah "Jangan janji sembarang janji," seperti tertulis pada bagian akhir karyanya itu.

Pepatah "janji adalah utang" barangkali memang tidak masuk benak para politikus dan calon pemimpin ketika berkampanye. Namun, Petruk, sebagai sosok lintas zaman, akan terus menagihnya karena janji telah telanjur terucap.

Sumber: tempointeraktif.com

Rumah Abu Jibril Sering Didatangi Tamu Asing


Tersangka teroris Muhammad Jibril alias Muhamad Ricky Ardhan telah meninggalkan rumah di Kompleks Winata Harja Blok C Nomor 137, Pamulang, sejak Selasa (25/8) pagi. Rumah berlantai satu ini adalah rumah Abu Jibril, ayah Muhamad Jibril. Sebelumnya Muhamad Jibril masih berada di rumah ini.

"Ardhan nggak ada di rumah. Kemarin (Senin) masih ada, tapi tadi pagi udah pergi," kata anak Abu Jibril yang lain, Ali, pada Tempo, Selasa (25/8) malam. Ali mengaku tidak tahu kemana kakaknya pergi.

Berdasarkan pantauan Tempo, rumah Abu Jibril terlihat sepi. Rumah bertembok bata ini hanya diterangi satu lampu yang membuat rumah terlihat temaram. Di parkiran, terdapat mobil Daihatsu krem metalik bernomor polisi B 8632 ZC.

Berkali-kali salam yang diberikan Tempo tidak memperoleh jawaban. Kepastian keberadaan penghuni rumah baru diketahui saat istri Abu Jibril keluar hendak salat Tarawih. Dia dijemput oleh mobil Daihatsu hitam bernomor polisi B 990 BI. Dengan mobil itu, istri Abu Jibril pergi ke Masjid Al-Munawwarah yang terletak 100 meter dari rumah.

"Saya mau ke masjid," kata wanita bercadar hitam ini saat dicegat Tempo. Dia enggan memberi keterangan lebih lanjut dan segera naik mobil. Selang beberapa menit, keluarlah Ali yang pergi ke masjid yang sama dengan bersepeda.

Keluarga Abu Jibril dikenal tertutup. Tidak banyak yang diketahui tetangga tentang seluk-beluk keluarga ini. Tetangga Abu Jibril, Yati Sumiati, 34 tahun, mengatakan keluarga Abu Jibril jarang bersosialisasi dengan tetangga. "Abu Jibril hanya keluar kalau mau memberi ceramah di masjid," kata Yati yang rumahnya berada persis di depan rumah Abu Jibril.

Ketertutupan keluarga ini membuat Yati mengaku tidak tahu persis tentang anggota keluarga Abu Jibril, termasuk Muhamad Jibril alias Muhamad Ricky Ardhan. Yati hanya tahu selentingan bahwa Abu Jibril punya anak sembilan. Istrinya yang tinggal di rumah ini pun diketahui adalah orang Malaysia.

Sebagai tetangga depan rumah, Yati mengetahui bahwa rumah Abu Jibril sering didatangi para santri setiap malam Jumat. "Biasanya datang sekitar belasan orang dari Isya sampai jam 23.00 WIB," kata Yati. Dia melanjutkan, rumah ini pun sering juga didatangi orang asing dengan tampang bule. "Tamu dengan mobil-mobil mewah sering juga datang ke sini," ujarnya.

Terakhir kali Yati melihat Abu Jibril adalah pada Selasa (25/8) sore. Dia pergi bersama sopirnya menjelang matahari condong ke barat.


Seblumnya, Menurut juru bicara Polri Inspektur Jenderal Nanan Soekarna, Muhammad jibril diduga ikut berperan dalam bom Marriott terutama pendanaan dari luar. "Dana itu dari negara mana, oleh siapa, dan berapa jumlah uangnya masih diselidiki," kata Nanan dalam konferensi pers, Senin (25/8).

Berdasarkan paspor dan identitas kependudukan, Jibril memiliki dua data tanggal dan tempat lahir, yakni Banjarmasin pada 3 Desember 1979 serta Lombok Timur pada 28 Mei 1984. Menurut Nanan, terakhir Jibril tinggal di Jalan M Saidi RT 010 RW 001 Pesanggrahan, Petukangan Selatan, Jakarta Selatan.

Jibril, kata Nanan, tidak ada hubungan kekeluargaan dengan tersangka teroris lain. Namun ketika ditanya apakah dia merupakan anak Abu Jibril, ulama Masjid Al-Munawwarah, Pamulang Barat, Nanan membenarkannya. "Iya, dia anak Abu Jibril," kata dia.

Sumber: tempointeraktif.com


Jibril Sering Dakwah Jihad

Lima hari sebelum polisi merilis Mohamad Jibril alias Ricky Ardhan alias Jibriel Abdul Rahman sebagai buron kasus terorisme, terjadi ribut-ribuat di Masjid Al Munawaroh, kompleks perumahan Witana Harja, Pamulang. Sekelompok massa dipimpin Habib Abdurrahman Assegaf mendatangi pengajian rutin yang digelar Abu Jibril—ayah Mohamad Jibril—di masjid itu, Kamis (20/8) malam.

Massa yang menamakan diri Barisan Muda Betawi berniat membubarkan pengajian tersebut karena dianggap menyebarkan paham wahabiah. Namun, rencana tersebut batal dilaksanakan karena Masjid Al Munawaroh dan rumah Abu Jibril dijaga ketat oleh polisi.

Abu Jibril membantah tuduhan menyebarkan ajaran wahabi radikal, termasuk pernah melarang umat Muslim melaksanakan tahlil dan membaca qunut saat shalat subuh. "Semua ucapan Ustaz Abdurrahman Assegaf merupakan kebohongan dan fitnah," ujar Abu Jibril, sehari setelah pengepungan yang dilakukan pendukung Habib Abdurrahman Assegaf.

Namun, Abu Jibril mengakui dirinya beserta para pengikutnya memang tidak menganjurkan membaca tahlil dan qunut. Alasannya, hal itu tidak ada dalam Al Quran dan hadis. Mantan aktivis Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) itu juga menegaskan Masjid Al Munawaroh bukan tempat tertutup. "Siapa pun boleh menggunakan. Saya hanya kebetulan ditunjuk sebagai imam oleh dewan pengurus masjid," ujarnya.

Menurut Abu Jibril, masalah tersebut tidak pernah muncul sebelumnya. Pengurus Masjid Al Munawaroh pernah duduk bersama Habib Abdurrahman. Dikatakan, sudah lama Abdurrahman ingin menguasai Masjid Al Munawaroh, tetapi ditolak pengurus masjid.

"Jadi, apa yang dilakukan itu adalah satu bentuk rekayasa untuk menyingkirkan kami dari masjid, agar dia leluasa untuk menyampaikan bid'ahnya di masjid. Hubungan kita selama ini baik, di hari raya, kami silaturahim," katanya.

Menurut Ketua Umum Gerakan Umat Islam Indonesia (GUII) Habib Abdurrahman Assegaf, yang tinggal tidak jauh dari kediaman Abu Jibril, mengatakan, Abu Jibril menggeser posisi Harkomoyo sebagai Ketua DKM (Dewan Kemakmuran Masjid) Al Munawaroh. "Sejak saat itu Abu Jibril menguasai masjid tersebut. Di masjid itu Abu Jibril kerap memberikan pengajian berisi jihad, pengharaman tahlil serta yasin dan sebagainya," katanya.

Mohamad Jibril, anak sulung Abu Jibril, juga kerap memberi pengajian di Masjid Al Munawaroh. "Sama dengan bapaknya, ceramah Mohamad Jibril tidak jauh dari jihad, bid'ah, dan sebagainya," tambahnya.

Warga di kompleks perumahan itu yang ikut pengajian hanya tujuh orang, sedangkan sisanya berasal dari luar. Tak pelak warga sekitar menjadi gerah dan memilih tidak melakukan shalat di masjid bersangkutan.

Terkait isu penyerangan ke masjid tersebut, Habib Abdurrahman membantah berita di website arrahmah.com yang menyatakan dirinya memimpin massa untuk menyerbu Masjid Al Munawaroh. "Itu inisiatif pemuda sini yang sudah gerah karena masjidnya mereka duduki," katanya.

Diungkapkan, peristiwa pengepungan pada 20 Agustus lalu ia ketahui pada pukul 22.00. "Kebetulan saat itu saya pulang kerja. Setelah tahu kejadiannya, saya ajak massa membubarkan diri," katanya.

Sumber: kompas.com

Sikat Gigi Saat Puasa, Boleh Enggak Sih?


Berpuasa sepanjang hari, tak hanya menghadirkan lapar dan dahaga. Bau mulut, juga menjadi persoalannya. Jika di hari non puasa kita bisa menyikat gigi di tengah hari, bagaimana di saat puasa? Bolehkah menyikat gigi untuk mengatasi baunya?

Ustad H. Ahmad Zacky, yang biasa disapa Bang Zack, mengutarakan, boleh tidaknya menyikat gigi atau berkumur saat berpuasa masih terjadi keragaman pendapat. Ada yang mengatakan boleh, ada pula yang berpendapat tidak boleh.

"Tetapi, sebagian besar ulama mengatakan hukumnya makruh karena bisa mengurangi pahala puasa. Sebab, jika menyikat gigi bisa saja tanpa sengaja ada yang mengalir ke tenggorokan," ujar Bang Zack, dalam acara buka bersama Pepsodent Herbal, Selasa (25/8), di Crown Hotel, Jakarta.

Bang Zack kemudian menceritakan sebuah kisah di masa Rasulullah Muhammad SAW. Kala itu, ada seorang hakim yang bertanya pada Rasul, apakah dia diperbolehkan berkumur di siang hari saat Ramadhan. Alasan sang hakim, ia seorang pelayan publik dan berhadapan langsung dengan masyarakat umum.

Menjawab pertanyaan ini, ia mengungkapan, meskipun diyakini hukumnya makruh, segala sesuatu dikembalikan pada niat yang melakukannya. Kutip Bang Zack, Rasul pada intinya mengatakan, "Serahkan pada hati dan niatmu. Tanya pada hati dan kembalikan ke niat," kata Bang Zack.

Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Dr. drg. Melanie Sadono Djamil menambahkan, menjaga kesegaran mulut saat berpuasa sama pentingnya dengan menjaga mulut dari kata-kata yang tidak bermanfaat. Salah satu penyebab bau mulut adalah berkurangnya intensitas mengunyah yang mengakibatkan bakteri masih bertahan di rongga mulut.

"Selama bulan puasa, kegiatan mengunyah kan tidak ada. Kegiatan mengunyah itu juga bagian dari cleansing. Nah, selama puasa, kita kan hanya menelan liur saja sehingga bakteri tetap ada," ujar Melanie.

Jadi, kembali lagi kepada masing-masing pribadi mau tetap sikat gigi siang hari atau tidak.

Sumber: kompas.com

Sebelum Konpres, Abu Jibril Ceramah


Sebelum memberikan keterangan pers, Rabu (26/8), Abu Jibril, ayah dari Mohamad Jibril alias Muhamad Ricky Ardhan, yang ditangkap karena diduga terkait terorisme, menyempatkan diri untuk memberikan ceramah agama di Masjid Al Munawwarah, Pamulang, Tangerang.

Sekitar pukul 09.10, dengan menggunakan gamis putih, Abu Jibril keluar dari rumahnya yang terletak tak jauh dari Masjid Al Munawwarah. Abu Jibril enggan memberikan keterangan apa pun kepada wartawan yang telah menunggunya. Ditemani seorang sopir, ia memasuki mobil kijang krem bernomor polisi B 8634 ZC.

Sesampainya di masjid, Abu Jibril langsung memberikan ceramah di hadapan 70 jemaah ibu-ibu mengenai golongan-golongan orang yang saleh dan keutamaan Ramadhan. Pengajian ibu-ibu tersebut rutin diadakan setiap minggunya.

Pantauan Kompas.com, saat ini telah disiapkan sebuah ruangan untuk konfrensi pers Abu Jibril. Di ruangan tersebut telah disediakan sebuah meja. Di lantainya digelar sajadah sebagai alas duduk.

Sumber: kompas.com

Senin, 24 Agustus 2009

Reorientasi dan Reaktualisasi Nasionalisme

Justru pada saat bangsa ini memperingati HUT Kemerdekaan yang ke 64 terjadi insiden yang sangat memalukan di DPR. Peristiwa itu terjadi pada Sidang Paripurna dengan agenda Pidato Kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tanggal 14 Agustus lalu yakni tidak diperdengarkannya lagu kebangsaan Indonesia Raya pada saat pembukaan. Tentu ini menjadi noda hitam dalam sejarah dan tidak akan pernah bisa dilupakan karena pastilah tidak bisa dimaknai hanya sekadar masalah teknis semata.

Adakah insiden itu bisa dijadikan pertanda mulai melunturnya nasionalisme kita? Yang jelas keprihatinan terhadap melunturnya semangat kebangsaan sudah banyak dirasakan. Pada saat yang sama Indonesia makin menjadi ladang subur teroris. Betapa lemah ketahanan kita di tengah gejolak global baik dalam politik, ekonomi dan keamanan. Betapa lemah dan tidak berdayanya kita menghadapi kekuatan kapitalisme global. Sementara di dalam negeri kultur dan jatidiri bangsa itu dirasakan semakin keropos.

Secara ekonomi, bangsa ini tidak pantas untuk merasa rendah diri. Namun secara geopolitik maupun moral, rasanya kita perlu semakin mawas diri. Ukurannya seberapa besar tanggung jawab kita terhadap kepentingan dan kemajuan bangsa dibandingkan dengan kepentingan individu. Moralitas bangsa yang masih mendukung suburnya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) adalah kelemahan mendasar. Sementara tanggung jawab yang lebih besar seringkali dikorbankan atas nama kepentingan sempit.

Nasionalisme adalah sebuah nilai pengikat yang harus terus kuat dipegang tetapi semua itu sangat tergantung pada persoalan empirik seperti keadilan dan kesejahteraan. Bagaimana mewujudkan pengurangan kemiskinan dan di sisi lain menciptakan banyak tenaga kerja misalnya, adalah upaya strategis untuk mempertahankannya. Karena kalau yang terjadi sebaliknya maka itulah awal merosotnya semangat itu. Rakyat merasa belum diberikan hak-hak konstitusinya dan berjarak dengan pemimpinnya.

Kita memerlukan reorientasi dan reaktualisasi dengan melihat tantangan zaman. Sudah bukan masanya lagi sekadar meneriakkan slogan kosong. Dibutuhkan keteladanan pemimpin. Dibutuhkan tanggung jawab riil mereka untuk mengangkat harkat dan martabat rakyat. Hanya dengan itulah maka rakyat masih akan merasa menjadi bagian dari bangsa ini. Justru di situlah kita sekarang merasa sangat kurang. Pada saat yang sama sistem pendidikan justru semakin mengurangi pembekalan nilai-nilai moral dan etika kebangsaan.

Kita masih bersyukur karena bangsa ini masih berjalan pada arah yang benar terutama setelah era reformasi. Demokrasi dan penegakan hukum semakin diandalkan namun sangat memerlukan konsistensi dan revitalisasi. Kalau sekarang dikatakan perlu adanya reorientasi dan reaktualisasi nasionalisme tidak lain untuk mengevaluasi dan kemudian merumuskan langkah-langkah ke depan yang lebih baik. Tidak pernah ada kata terlambat tetapi juga tak akan pernah dimulai kalau ternyata kelemahan kultural masih melekat.

Sumber: suaramerdeka.com

Terorisme dan Pengangguran Kaum Muda

RANGKAIAN teror di negeri ini terus sambung-menyambung menjadi satu (pinjam salah satu syair lagu ”Dari Sabang sampai Merauke”). Yang cukup menyedihkan, para pelaku teror adalah kaum muda, bahkan banyak yang masih anak batu gede (ABG).

Ada tesis yang mengatakan anak muda yang masih ”kosong” pikirannya, serta tidak memiliki pekerjaan yang tetap, maka akan mudah ”diisi” oleh kepentingan ideologis. KH Sahal Mahfudz juga mengatakan, jika seseorang memiliki pekerjaan, maka ia tidak akan berpikir macam-macam (SM,18/8/2009).

Kalau ini benar, maka tantangan pemerintah adalah bagaimana memanusiakan kaum muda seperti itu. Mereka adalah sosok yang masih dalam pertumbuhan fisik, emosi, dan cara pemikirannya.

Yang menjadi masalah kaum muda 2000-an, saat ini mereka menghadapi penjajahan baru yang tidak kasat mata, baik di bidang ekonomi, sosial, maupun budaya. Penjajahan baru tersebut terjadi, baik melalui pergaulan langsung, atau lewat ”brain washing” dari media televisi. Akibatnya kini kaum muda menghadapi apa yang disebut proses marginalisasi.

Marginalisasi kaum muda berjalan pasti, baik secara pasif atau secara aktif. Marginalisasi pasif terjadi manakala kaum muda mengalami kesulitan untuk mengaktualisasikan diri karena saluran komunikasi tertutup. Adapun marginalisasi aktif terjadi ketika kaum muda tidak memiliki memiliki pekerjaan dan tidak memiliki akses informasi yang dapat dimanfaatkan untuk sekadar memenuhi kebutuhan yang paling dasar sekalipun.

Ledakan penduduk yang makin besar dan di sisi lain kekuatan ekonomi dimonopoli oleh kekuatan modal besar dengan memanfaatkan teknologi canggih, menyebabkan gelombang pengangguran dan pemiskinan yang cukup mengkhawatirkan.
Angka nasional menunjukkan bahwa pengangguran pascakrisis terus meningkat, dari 8,1 persen (2001) dan 10,5 persen (2006).

Sumber: suaramerdeka.com

Lakon Antasari

Antasari Azhar sudah lebih seratus hari mendekam di tahanan. Berarti polisi tinggal punya waktu kurang-lebih seminggu untuk menyelesaikan berkas penyidikan pembunuhan berencana dengan tersangka Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (nonaktif) itu. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, batas waktu penyidikan adalah 120 hari. Jika polisi tak mampu menyelesaikan penyidikan sampai batas waktu, Antasari akan bebas demi hukum dari tahanan, meskipun penyidikan atas kasusnya akan terus berjalan. Maka, kalau ingin pengadilan segera digelar, pekan ini juga polisi mesti membereskan berkas dan selanjutnya Kejaksaan secepatnya menetapkan status P-21 alias lengkap untuk dilimpahkan ke pengadilan.


Kasus ini sejak awal sudah menyedot perhatian publik, termasuk kalangan penggemar gosip, karena diduga ada cinta segitiga di dalamnya. Orang penasaran ingin tahu jelas kait-mengait antara Antasari, bekas caddy lapangan golf Rhani, dan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen. Tapi yang terpenting adalah mengungkap motif pembunuhan Nasrudin. Jangan sampai otak pelaku pembantaian itu lolos atau hanya dihukum ringan, sedangkan pelaksana lapangan--yang kabarnya diperdaya dengan alasan membunuh musuh negara--dihukum berat.

Sebagai jaksa berpengalaman lebih dari 25 tahun, Antasari pastilah sudah menyusun strategi. Bekas Direktur Penuntutan Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung itu pasti sangat terlatih untuk menyusun jawaban atas pertanyaan penyidik agar tidak berbalik menikam dirinya. Berkas penyidikan yang sekarang bolak-balik antara meja kepolisian dan kejaksaan menunjukkan betapa ketat Antasari membangun pertahanan. Polisi perlu bekerja lebih keras. Lubang-lubang penyidikan, umpamanya mata rantai antara Antasari dan pelaksana lapangan serta penyandang dana pembunuhan, mesti segera ditutup dengan bukti-bukti kuat.

Testimoni empat lembar yang dibuat Antasari di tahanan, yang menyebut koleganya di komisi antikorupsi menerima uang Rp 6 miliar dari seseorang yang tengah beperkara, juga menunjukkan betapa keras ia berusaha lepas dari perkara ini. Testimoni itu sudah dibantah kebenarannya oleh pimpinan komisi antikorupsi yang lain, tapi semua pihak perlu mengawasi agar tak terjadi "barter" informasi yang bisa menguntungkan posisi Antasari.

Biarlah masalah testimoni tersebut diurus oleh kalangan internal Komisi Pemberantasan Korupsi. Untuk soal ini, kesalahan Antasari terang benderang. Ia telah bertemu dengan seseorang yang, menurut undang-undang, seharusnya tidak boleh ia temui. Untuk pelanggaran berat itu, Antasari bisa dihukum lima tahun penjara.

Meski begitu, yang terpenting sekarang adalah menuntaskan kasus pembunuhan Nasrudin dulu. Terdapat bukti rekaman pembicaraan dari orang-orang yang diduga terlibat pembunuhan. Antasari diketahui berkomunikasi dengan Sigid Haryo Wibisono, pengusaha yang disangka menyediakan uang Rp 500 juta sebagai ongkos operasional melenyapkan Nasrudin. Antasari sedikitnya telah berkomunikasi lewat telepon dengan Sigid sebanyak 30 kali sebelum dan setelah pembunuhan terjadi. Fakta ini yang mestinya bisa digali lebih dalam di persidangan. Kalau polisi dan jaksa punya bukti kuat, Antasari tinggal menghitung hari.

Sumber: tempointeraktif.com

Minggu, 23 Agustus 2009

Pesan Damai Ramadan

Bulan Ramadan, yang dimulai hari ini, selayaknya jadi momentum penting bagi bangsa Indonesia untuk menata diri. Banyak peristiwa besar terjadi tahun ini—yang sebagian sejatinya tak diharapkan terjadi. Beragam kejadian itu sedikitbanyak telah menimbulkan ekses, yakni munculnya benih keretakan di antara sesama elemen bangsa. Sungguh sayang jika bulan puasa tidak dimanfaatkan untuk menimba sebanyak mungkin amal kebaikan, termasuk menguatkan lagi silaturahmi keindonesiaan kita.

Salah satu peristiwa besar itu adalah pemilu legislatif dan pemilihan presiden. Tak pelak, selama berbulan-bulan, energi elite politik dan masyarakat terkuras dalam pertarungan politik. Tentu berbagai gesekan terjadi, entah itu di antara sesama elite politik, di antara anggota masyarakat, atau benturan antara elite politik dan masyarakat.

Dan saat ini, ketika hasil pemilihan presiden sudah dinyatakan final, sebagian luka itu belum juga pulih. Percikan ketidakpuasan masih meletup, baik ditunjukkan secara terbuka maupun diekspresikan dalam media alternatif—misalnya di ranah maya— dengan kadar kebencian yang masih tinggi. Betapa indahnya jika setiap kalangan mampu bersikap wajar dan normal kembali begitu pertarungan politik usai. Kebersamaan kembali dijalin dan kebencian dipupus.

Momentum untuk kembali merasa satu bangsa itu sebenarnya sempat muncul justru ketika negeri ini kembali diguncang bom pada pertengahan Juli lalu. Semua kalangan dari berbagai lapisan saling menguatkan untuk melawan aksi terorisme. Sebuah kampanye juga digemakan guna menundukkan rasa takut.

Sayangnya, ketika perasaan bersatu itu mulai menjalar, benih-benih perpecahan malah dimunculkan lagi. Ironisnya, pemicu hal itu justru datang dari petinggi keamanan sendiri. Pejabat keamanan di Jawa Tengah mengimbau masyarakat melapor kepada polisi jika melihat orang berbusana gamis, bersorban, dan memelihara jenggot. Imbauan ini dikeluarkan merujuk pada pelaku terorisme, yang umumnya berpenampilan fisik seperti itu.

Penangkapan pun dilakukan terhadap belasan anggota jemaah tablig di Jawa Tengah yang sedang menjalankan amalan khuruj (perjalanan dakwah dari masjid ke masjid). Hal ini juga menimbulkan rasa curiga di kalangan khalayak. Setiap komunitas masyarakat mulai berprasangka kepada setiap orang—dikenal atau tidak—yang mengenakan jubah dan memelihara jenggot.

Sikap saling curiga itu sudah ada sebelumnya, mengingat ada saja anggota masyarakat yang tak menentang terorisme. Masih ada segelintir orang yang menganggap para teroris sebagai mujahid. Dus, mereka dianggap sebagai pahlawan. Maka komplet sudah, bara curiga yang sudah hangat itu menyala kian besar setelah dikipasi aparat keamanan.

Mumpung belum telanjur, keretakan itu mesti segera diatasi. Benih-benih kebencian dan rasa curiga harus dibenamkan sampai ke dasar. Ramadan sesungguhnya membawa pesan damai. Maka kini waktu yang sangat afdol untuk memperbaiki hubungan sosial dan politik.

Sumber: tempointeraktif.com

Sabtu, 22 Agustus 2009

Ketua MPR Tolak Stigmatisasi Jenggot dengan Teroris

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Hidayat Nur Wahid mengatakan, siapa pun jangan menyederhanakan masalah terorisme sekadar dengan formalitas simbol agama tertentu. "Saya khawatir bila kemudian muncul stigmatisasi negatif terhadap pesantren, terhadap jilbab, terhadap janggut, terhadap aktivis masjid. Saya khawatir misi teroris itu berhasil," kata Hidayat di Bandung, Kamis (20/8).

Hidayat mengatakan stigmatisasi dikhawatirkan bisa menghadirkan masalah baru. Di antaranya menjadikan saling curiga antara warga dan aparat. Kondisi ini bisa memicu warga menjadi takut beraktivitas di masjid karena cap teroris itu.

Dia mengharapakan isu terorisme ini menjadi isu untuk mempersatukan seluruh warga negara. "Kalau kita saling curiga dan menuduh, malah terorisme menjadi menang karena mereka berniat memecah belah kita," kata Hidayat.

Hidayat juga meminta agar aliran dana dari negara-negara Timur Tengah tidak langsung dicurigai negatif. "Jangan sekali-kali distigmatisasi bahwa aliran dana dari Timur Tengah itu pasti terorisme, kalau dari Amerika itu pasti untuk pemberantasan teroris. Boleh jadi faktanya tidak demikian," kata dia.

Dia mengatakan banyak lembaga dan negara yang menerima aliran dana yang bersumber dari negara-negara Timur Tengah, termasuk PBB. Semua ormas-ormas Islam, lanjut Hidayat, juga pernah mendapat aliran dana dari negara-negara Timur Tengah. Termasuk pemerintah Indonesia sendiri yang pernah memanfaatkan dana itu untuk pembangunan jalan tol.

Dia meminta pengusutan aliran dana ini dilakukan profesional agar tidak berbalik merugikan Indonesia. "Permasalahanya aliran dana itu untuk apa. Jangan seta merta kalau aliran dana dari Timur Tengah itu konotasinya pasti dengan terorisme. Belum tentu!" kata Hidayat.

Kekhawatiran serupa juga disampaikan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan. Dia mengatakan kewaspadaan terhadap terorisme jangan sampai menimbulkan stigmatisasi. "Hati-hati di lapangan jangan sampai ada stigmatisasi berlebihan karena kita tahu jaringan teroris itu ternyata menggunakan semua kemungkinan yang mereka bisa lakukan," kata Heryawan.

Perang terhadap terorisme, papar dia, kerap menyudutkan Islam dan agama lainnya. Stigmatisasi itu juga kerap merembet pada lembaga yang berkaitan dengan agama tersebut. Dia mencontohkan, baru kali ini terjadi, remaja masjid direkrut oleh jaringan teroris. Tapi dia meminta, agar jangan gara-gara itu ada stigmatisasi berlebihan pada aktivis masjid.

Sumber: tempointeraktif.com

Jumat, 21 Agustus 2009

Noordin Tinggal di Hutan? Tak Mungkin!


Mantan Direktur Badan Koordinasi Intelijen Negara, AC Manulang, menangkap kejanggalan dalam penggerebekan sarang teroris di Temanggung, Jawa Tengah, pada 8 Agustus lalu. Operasi yang mengerahkan dua batalyon aparat kepolisian dan Densus 88 itu menewaskan Ibrohim yang merupakan bagian dari kelompok Noordin M Top. Sebelumnya, operasi besar-besaran itu diduga akan menggerebek Noordin. Menurut Manulang, sebagai komandan, Noordin tak mungkin memilih tinggal atau bersembunyi di hutan.

"Tidak mungkin pemimpin atau komandan seperti Noordin hidup di hutan. Dia orang kaya, pasti memilih tinggal di kota. Terlalu gampang mencarinya kalau di hutan," kata Manulang, pada diskusi "Mencari Dalang Teroris", di Wisma Antara, Jakarta, Kamis (20/8).

Seperti diketahui, rumah yang digerebek di Temanggung, Jawa Tengah, berada di kawasan kaki bukit. Sementara itu, mantan tahanan politik anggota Jamaah Imran, Umar Abduh, mengatakan, sosok Noordin M Top memang ada meskipun ia sendiri mengaku tidak mengenalnya. Akan tetapi, operasi intelijen, menurut dia, semuanya sudah direkayasa. Bahkan, ia mengatakan, Noordin sendiri merupakan bagian dari rekayasa itu.

"Noordin M Top memang ada, tapi dia hanya dijadikan ikon. Semuanya sudah disiapkan karena operasi intelijen semuanya rekayasa," kata Umar yang sempat ditahan selama 11 tahun pada era Orde Baru.

Perburuan Teroris Jangan Stigmatisasi Islam


Upaya perburuan dan pemberantasan terorisme dan para pelaku teroris di Indonesia dikhawatirkan mengarah pada upaya mendiskreditkan dan menstigmatisasi agama dan umat Islam. Padahal pada kenyataannya dalam Islam, aksi terorisme dan peledakan atau bom bunuh diri tidak dibenarkan. Hal itu disampaikan Ketua Dewan Pimpinan Pusat Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Hafidz Abdurrahman, Kamis (20/8), saat membuka diskusi Halqah Islam dan Peradaban bertema "Mencari Dalang Terorisme di Indonesia".

Menurut Hafidz, upaya stigmatisasi itu tampak ketika aparat keamanan mencoba mengidentikkan sejumlah kebiasaan dan penampilan tertentu macam busana jilbab, sorban, atau baju gamis, kebiasaan memelihara jenggot, serta tampilan lain sebagai kebiasaan dan perilaku para teroris. "Ketika isu terorisme malah dipakai menyerang Islam, jilbab, jenggot, atau pesantren, maka hal itu menjadikan upaya memerangi terorisme melenceng jauh dari konteksnya. Tuduhan-tuduhan macam itu tidak ada kaitannya sama sekali," ujar Hafidz.

Turut hadir sebagai pembicara dalam antara lain mantan Direktur Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN) AC Manullang, juru bicara HTI M Ismail Yusanto, mantan tahanan politik dan anggota Jemaah Imran Umar Abduh, dan Presidium Mer-C Joserizal Jurnalis.

Dalam diskusi, AC Manullang menggambarkan aksi terorisme di dunia ini terjadi akibat pertempuran antara ideologi neoliberalisme dan neokapitalisme Barat dengan peradaban Islam. Ideologi Islam menurutnya menjadi target baru setelah komunisme runtuh. Indonesia termasuk menjadi salah satu sasaran dalam perbenturan peradaban ini, apalagi mengingat populasi pemeluk agama Islam di negara ini termasuk yang terbesar di dunia.

Lebih lanjut terkait keterlibatan militer dalam penanganan masalah terorisme, Manullang menyatakan bahwa hal itu boleh-boleh saja, apalagi mengingat militer memang punya kemampuan intelijen dan penanggulangan teror seperti dimiliki pasukan khusus TNI Angkatan Darat (Kopassus). Akan tetapi, dia mengingatkan, keterlibatan TNI sebagai penjuru utama penanganan terorisme bisa menjadi persoalan, apalagi mengingat masih adanya sisa-sisa trauma masa lalu di masyarakat, ketika pada masa lalu militer sangatlah dominan dan berkuasa.

"Masyarakat kita masih sulit memahami perlunya militer ikut karena masih ada yang namanya fobia militer, apalagi waktu saya masih militer aktif, kejam kan? Dengan begitu, nanti yang jadi bos-nya jangan dari kalangan militer. Cukup kerja sama saja dengan BIN," ujar Manullang.

Manullang menambahkan, penanganan terorisme dan pengejaran terhadap pelaku teroris memerlukan kesatuan komando, terutama terkait kerja intelijen. Dia mengkritik banyak informasi intelijen selama ini bocor ke publik padahal yang seperti itu sangatlah tabu terjadi.

Sumber: kompas.com

Prita Jangan Menyerah

Betapapun sulitnya posisi Prita Mulyasari, ia tak boleh menyerah. Berdamai dengan Rumah Sakit Omni Serpong, yang menuduhnya melakukan pencemaran nama baik, hanya akan mengubur upaya mencari kebenaran dan keadilan. Apalagi jika syarat perdamaian itu ia harus mengakui kesalahan dan meminta maaf kepada Omni.

Ibu dua anak ini bagai dipermainkan oleh penegak hukum. Kasusnya sempat dihentikan lewat putusan sela oleh Pengadilan Negeri Tangerang. Tapi putusan ini dikoreksi lagi oleh pengadilan banding setelah jaksa melakukan perlawanan hukum. Akibatnya, kini Prita harus menghadapi sidang lagi.

Di tengah keadaan terpojok itulah sang terdakwa diajak berdamai oleh RS Omni. Prita sempat berunding. Tapi ia menjadi bimbang setelah Omni mengajukan syarat agar ia mau menyatakan permintaan maaf atas kesalahannya. Ia khawatir pernyataan yang dituangkan dalam kesepakatan tertulis ini justru akan memberatkannya dalam persidangan.

Kekhawatiran seperti itu masuk akal. Tidaklah tepat pula pemikiran bahwa perdamaian akan membuat Prita dibebaskan dari dakwaan oleh hakim. Dua masalah ini, upaya damai dan proses hukum, seharusnya terpisah. Jika majelis hakim benar-benar berpegang pada keadilan, mereka tentu akan membebaskan terdakwa sekalipun tak ada perdamaian. Sebab, ia memang tak layak dituduh mencemarkan nama baik.

Prita diseret ke pengadilan hanya karena menulis keluhan mengenai layanan Omni lewat surat elektronik. Bahkan ia sempat ditahan dan baru dilepas setelah publik memprotesnya. Terdakwa dijerat dengan delik pencemaran nama baik dalam Pasal 310 dan 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Ia juga dijaring dengan Pasal 27 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang mengatur secara khusus pencemaran nama baik lewat Internet.

Sungguh keterlaluan jika kelak terdakwa dinyatakan bersalah. Tindakan Prita tidaklah termasuk pencemaran nama baik karena ia menceritakan pengalamannya sendiri. Terdakwa tidaklah menyebarkan kebohongan, apalagi memfitnah. Keluhan seperti itu justru merupakan hak pasien atau konsumen yang seharusnya dilindungi.

Delik pencemaran nama baik itu sendiri, baik dalam dalam KUHP maupun UU Informasi, juga sering dipersoalkan dan seharusnya tidak digunakan oleh penegak hukum. Aturan ini dinilai bertentangan dengan kebebasan berpendapat dan cenderung disalahgunakan demi membela kepentingan pihak yang berpengaruh secara politik atau ekonomi.

Itu sebabnya, Prita tak perlu ragu mempertahankan pendiriannya karena ia berada di pihak yang benar. Berdamai dengan Omni justru akan membuat dia seolah-olah bersalah dan mengorbankan haknya untuk mengeluhkan pelayanan rumah sakit ini. Penyelesaian seperti ini juga terkesan memberikan “kemenangan” kepada Omni. Ini akan membuat orang yang menghadapi masalah serupa, mendapat layanan buruk rumah sakit, menjadi takut menyampaikan keluhannya.

Dalam kasus ini, kredibilitas dan integritas penegak hukum dipertaruhkan. Khalayak berharap hakim memutuskan perkara ini berdasarkan prinsip keadilan, dan bukannya menyalahgunakan aturan kaku dalam undang-undang.

Sumber: tempointeraktif.com


Kamis, 20 Agustus 2009

Tetap Bugar Selama Berpuasa

Bulan Ramadhan telah di ambang pintu. Selama satu bulan, umat Muslim akan menjalankan ibadah puasa. Tentu perlu kekuatan fisik dan mental dalam berpuasa. Meski demikian, hal ini bukan halangan bagi mereka yang menderita penyakit kronik atau degeneratif dan berusia lanjut untuk berpuasa.

Keinginan menjalankan ibadah puasa ini juga dialami Tardjo. Di usia paruh baya, ia nyaris tak pernah absen berpuasa selama bulan Ramadhan meski menyandang diabetes mellitus (DM) atau kencing manis dan secara rutin mendapat insulin.

Namun, pada bulan puasa tahun lalu, ia terpaksa dirawat di rumah sakit karena menderita hipoglikemia atau penurunan kadar gula darah. Akhir-akhir ini, ia mengeluh nyeri lambung. ”Sulit mengendalikan makan dan minum,” tuturnya.

Menurut dr Ari Fahrial Syam, Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, Rabu (19/8), di Jakarta, ”Ada hal-hal penting yang harus diperhatikan dan diwaspadai agar bisa beribadah puasa tanpa mengganggu kesehatan, terutama mereka yang menderita penyakit lambung atau sakit mag, kencing manis, dan pasien usia lanjut.”

Saat berpuasa, kita menahan makan dan minum sekitar 14 jam. Pada hari biasa, orang makan 3 kali sehari, pagi, siang, dan malam. Saat bulan puasa, orang hanya makan 2 kali sehari, yaitu sahur dan buka puasa. Ketika berpuasa, sistem pencernaan tidak menerima makanan dan minuman. Hal ini memicu peningkatan asam lambung yang dapat menyebabkan gejala sakit mag. ”Selama puasa, metabolisme berubah akibat pembatasan makanan dan minuman,” ujarnya.

Dalam studi di Paris, 13 relawan berpuasa Ramadhan mengalami peningkatan pepsin dan asam lambung, dan kembali normal setelah puasa. ”Puasa meningkatkan kadar hormon gastrin dan menurunkan asam lambung,” kata Ari Fahrial yang juga konsultan gastroenterologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.

Mag atau dispepsia merupakan gangguan pencernaan yang menyebabkan rasa sakit dan tidak nyaman pada daerah ulu hati disertai mual, kembung, cepat kenyang, dan kurang nafsu makan. Ada dispepsia organik dan dispepsia fungsional.

Dispepsia organik ditandai kelainan secara anatomi, seperti luka pada lambung dan usus 12 jari, polip di lambung. Pada dispepsia fungsional, tidak ada kelainan anatomi. Dispepsia fungsional terjadi karena makan tak teratur, kebiasaan makan camilan berlemak, minum kopi atau minuman bersoda, merokok, dan stres.

”Penderita mag bisa berpuasa kecuali dispepsia organik yang belum diobati, terutama jika ada tanda bahaya antara lain dispepsia pertama kali pada umur di atas 45 tahun, berat badan turun, pucat, muntah darah, atau buang air besar hitam,” kata Ari.

Dispepsia fungsional justru membaik jika berpuasa. Keluhan berkurang jika penderita makan teratur, mengurangi makan camilan berlemak, berhenti merokok, mengurangi minum kopi dan minuman bersoda, serta pengendalian diri.

Diabetes

Penyandang diabetes mellitus atau kencing manis dengan kadar gula darah terkontrol bisa berpuasa melalui perencanaan makan dan olahraga.

”Penyandang DM yang butuh obat hipoglikemik oral juga dapat berpuasa dengan mengubah perencanaan makan, aktivitas fisik, dan pengobatan,” kata dr Dante Saksono dari Divisi Metabolik Endokrin Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM. Penyandang DM pengguna insulin dianjurkan tak berpuasa.

Penderita kencing manis dengan komplikasi kronik sebaiknya tidak berpuasa karena bisa memperberat komplikasi.

Hipoglikemia bisa terjadi saat puasa, terutama sore hari. Apabila ini terjadi, sebaiknya puasa dibatalkan dengan minum air gula lalu makan. ”Pengaturan makan selama berpuasa adalah, makan sahur 40 persen kebutuhan sehari, buka puasa 50 persen, sesudah shalat tarawih 10 persen kebutuhan sehari,” ujarnya.

Usia lanjut

Berpuasa aman bagi orang usia lanjut atau geriatri jika kondisi kesehatan stabil, penyakit terkontrol, dan tidak ada infeksi akut. Demikian kata dr Siti Setiati dari Divisi Geriatri FKUI-RSCM. Pasien geriatri adalah pasien usia lanjut dengan banyak penyakit dan obat. Beberapa perubahan fisiologis dan psikologis pada pasien geriatri antara lain rasa haus menurun, asupan cairan menurun, sehingga berisiko dehidrasi, mudah lelah, lemah, bingung, dan nafsu makan menurun.

Sejumlah penelitian pada usia lanjut menunjukkan, puasa menurunkan kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida, dan asam urat. Puasa menurunkan asupan kalori 12-15 persen, menurunkan radikal bebas, meningkatkan antioksidan, dan kualitas tidur. Serum magnesium yang memiliki efek melindungi jantung pun meningkat.

Hasil survei poliklinik geriatri RSCM Agustus 2008 pada pasien usia 64-83 tahun menunjukkan, 76,5 persen dari mereka berpuasa. ”Yang paling sering diderita adalah hipertensi, jadi sering-seringlah memeriksa tekanan darah,” katanya.

Pola makan harus dijaga. Pasien geriatri harus mencukupi kebutuhan kalori sama dengan ketika tidak berpuasa. Konsumsi cairan 8-10 gelas per hari untuk mencegah kekurangan cairan, konsumsi air atau jus buah antara berbuka puasa dan sebelum tidur, hindari terlalu banyak es karena menahan rasa kenyang.

Komposisi gizi juga harus seimbang, batasi makanan yang digoreng dan berlemak tinggi. Saat sahur, batasi minum teh atau kopi, dan dianjurkan konsumsi makanan yang lambat dicerna serta tinggi serat. ”Batasi makanan yang lebih cepat dicerna seperti gula,” kata Siti Setiati.

Saat berbuka puasa, pasien dianjurkan konsumsi kurma karena mengandung gula serat, karbohidrat, dan zat gizi lain. Pisang baik dikonsumsi karena sumber kalium, magnesium, dan karbohidrat. ”Jangan lupa konsumsi vitamin dan mineral. Obat yang harus dikonsumsi diminum saat buka puasa dan sahur,” ujarnya.

”Minum dan makanlah dengan otak, tidak dengan lidah. Jika kondisi fisik tidak memungkinkan, sebaiknya tidak memaksakan diri untuk terus berpuasa,” kata dia mengingatkan. Dengan mengatur pola makan dan menjaga kondisi kesehatan, penderita penyakit kronik dan degeneratif pun tetap bugar saat berpuasa.

Sumber: koran.kompas.com

Merdeka dari Sakit


Pasca-Pemilihan Umum 2009, saat terjadi peluang adanya rotasi kabinet, belum terdengar gaung wacana dan diskursus kebijakan yang menyinggung tentang pentingnya kesehatan sebagai salah satu variabel penting bagi keberhasilan pembangunan nasional. Paling tidak siapa menteri mendatang yang bakal memimpin sektor kesehatan ini, karena dia akan sangat menentukan arah kebijakan dan upaya peningkatan status kesehatan masyarakat. Selama ini belum ada yang mengangkat isu peningkatan mutu pelayanan kesehatan sebagai bagian penting dari social welfare.

Padahal pengangkatan isu-isu ini sangat strategis, tak hanya dalam konteks marketing politik, tapi juga hak untuk sehat merupakan bagian dari hak dasar ekonomi, sosial, dan budaya. Hingga kini dunia masih disibukkan untuk mengentaskan problematik kesehatan manusia. Ini menunjukkan bahwa satu hal terpenting dari indikator keberhasilan pembangunan adalah kesehatan.

Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals) pada 2000, yang disepakati oleh 189 negara di dunia, memuat delapan target. Kesehatan menjadi tujuan utama pencapaian pembangunan. Sebab, delapan target itu sangat terkait langsung maupun tidak langsung dengan isu kesehatan, yakni dari persoalan pengentasan angka kemiskinan dan kelaparan hingga keseimbangan lingkungan global.

Meningkatnya perhatian masyarakat terhadap dunia kedokteran mencerminkan kesadaran baru terhadap kesehatan. Di sisi lain, mereka merasakan betapa mahalnya nilai kesehatan. Status kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator dari tingkat kesejahteraan suatu negara. Pelayanan kesehatan merupakan bagian dari social welfare yang sudah menjadi kesepakatan internasional. Negara harus menjamin setiap warga negara atas pelayanan kesehatan. Di Indonesia, dalam amendemen Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H, telah ditetapkan bahwa kesehatan merupakan bagian dari hak asasi manusia. Artinya setiap warga negara telah mendapat jaminan negara (pemerintah) untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar medis.

Industri kesehatan

Di sisi lain, problem keuangan menyebabkan kemampuan pemerintah untuk membiayai pembangunan menjadi semakin berkurang. Secara praktis, pemerintah menjadi semakin menjauhi karakteristik sebagai negara kesejahteraan (welfare state), di mana negara seharusnya membiayai seluruh pelayanan publiknya dari hasil pajak dan usaha negara.

Akibatnya, di samping mengacu pada pelayanan sosial kemanusiaan, secara faktual pelayanan kesehatan telah berkembang menjadi suatu industri yang berbasis pada prinsip-prinsip ekonomi. Salah satu ciri yang menonjol adalah sifat kompetitif yang menjadi basis pengembangan mutu pelayanan kesehatan. Bahkan, tidak segan-segan lagi, badan hukum rumah sakit berwujud perseroan. Artinya, rumah sakit secara terang-terangan akan mencari untung. Dengan demikian, masuklah era komersialisasi pelayanan kesehatan.

Memang persepsi tingkat mahalnya tarif pelayanan kesehatan sangatlah relatif. Namun, dari kenyataan yang berkembang di Indonesia, kondisi sosial-ekonomi yang masih rendah menimbulkan persoalan sendiri pada tingkat kemampuan membayar warga masyarakat terhadap biaya pelayanan kesehatan. Kejadian sakit dan tingkat keparahannya niscaya akan mengenai siapa saja, baik kaya maupun miskin. Bagi si kaya (sebagian kecil masyarakat Indonesia), tidaklah menjadi masalah berapa pun nilai imbalan (tarif) untuk praktek dokter asalkan penyakit yang dideritanya pulih kembali. Persoalan umum kita adalah kebanyakan masyarakat masih sulit membayar sesuai dengan tarif praktek dokter. Akibatnya, kecuali jika "terpaksa" harus ke dokter, mereka cenderung memilih mendatangi praktek paramedis atau bidan, bahkan mendatangi praktek pengobatan nonmedis. Berjubelnya pasien di praktek dukun Ponari sebagai contoh riil keadaan masyarakat kita.

Program Jamkesmas yang diperuntukkan bagi masyarakat miskin dirasakan cukup membantu mereka yang tercatat masuk data sebagai "maskin". Namun, bagaimana bagi mereka yang sedikit di atas miskin? Ketika mereka harus membayar biaya yang cukup mahal, maka spontan mereka menjadi kategori miskin karena kemampuan keuangannya terbatas. Tentu ini akan menjadi pemikiran bersama dalam kerangka konsep Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Kemiskinan merupakan limpahan problem sosial-ekonomi yang tiada kunjung membaik.

Sesungguhnya kemiskinan bukan hanya tanggung jawab sektor kesehatan. Jaminan Sosial Nasional pada prinsipnya merupakan salah satu faktor bagi redistribusi pendapatan terhadap mereka yang berpendapatan rendah. Perawatan kesehatan, tunjangan keluarga dan hari tua, serta bantuan finansial lainnya seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah/negara. Dalam batas yang benar, jaminan sosial terkait dengan hak asasi manusia karena merupakan hak dasar yang harus dipenuhi oleh negara kepada setiap warga negara tanpa kecuali.

Peningkatan anggaran

Pada era otonomi daerah ini, sebagian daerah telah menuntut agar daerah lebih diberi keleluasaan mengatur sektor kesehatan. Sebagian daerah yang telah percaya diri menyatakan bahwa daerah akan menyelenggarakan semacam jaminan kesehatan daerah yang biasa disingkat Jamkesda secara mandiri. Hal yang perlu diperhatikan adalah kesepahaman antarpihak terhadap keputusan MK RI terhadap perkara nomor 007/PUU-III/2005 tentang pengujian UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN. Di sisi lain perlu dipikirkan bagaimana mempersiapkan peraturan di bawahnya agar relevan dan mengandung unsur keadilan. Kewajiban daerah dan prioritas belanjanya adalah mengembangkan sistem jaminan sosial.

Daerah diperbolehkan mendirikan badan penyelenggara jaminan sosial asalkan tetap memenuhi UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN dan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Dengan demikian, dibutuhkan kepedulian para penentu kebijakan terhadap sektor kesehatan, untuk memperjuangkan peningkatan anggaran secara bertahap mencapai 15 persen dari total APBN atau APBD sesuai dengan Tap MPR No. VI 2002 yang ditujukan kepada presiden. Hal ini mengingat anggaran kesehatan kita hanya berkisar 2-3 persen dari total APBN/APBD, bahkan banyak daerah masih di bawah 2 persen APBD.

Maka salah satu langkahnya diawali dengan komitmen para pengambil kebijakan (nasional/lokal) terhadap pembangunan kesehatan di Indonesia. Pelaksanaan program jaminan kesehatan gratis bagi semua penduduk di Provinsi Sumatera Selatan merupakan realisasi dari janji kampanye gubernur pada saat pemilu. Penduduk merasa terbantu oleh program ini. Semoga daerah lain akan segera mengikuti kebijakan yang pro-rakyat seperti di Sumatera Selatan ini dengan segala kelemahan yang mungkin perlu diperbaiki. Harapannya, para pengambil kebijakan memiliki komitmen terhadap isu kesehatan, yang pada akhirnya menjadikan warga negara merdeka dari sakit.

Sumber: tempointarktif.com

Melly Goeslaw Enggan Disapa Diva


Melly tetaplah Melly. Kesuksesannya di dunia musik tidak membuat ia tinggi hati. Ketika banyak artis yang sudah mencapai puncak kepopuleran ingin menyandang gelar diva, ia malah enggan dipanggil demikian.

Ketika konser tunggal Mellyana Goeslaw Hoed, yang diadakan di Senayan, Rabu malam lalu, tiba-tiba terdengar suara dari penonton kelas festival berteriak kepadanya, “Diva..., diva,,,” Sontak ia menyahut, “Saya bukan diva....”

Perempuan yang lebih dikenal sebagai Melly Goeslaw itu mengaku kepada penonton ia bukanlah seorang pencipta lagu. Menurut Melly, dirinya hanya perempuan yang telah diberi anugrah dari Sang Kuasa setetes kemampuan merangkai kata-kata dan pencinta musik. “Sebab sang pencipta hanyalah Tuhan,” kata dia sambil bersyukur.

Karena alasan angugrah juga, Melly merasa tidak pantas menyandang gelar diva Indonesia. Ia juga menyatakan tidak pernah terlintas dalam hatinya keinginan mendapatkan gelar diva. “Saya tidak ingin jadi diva,” ujar istri musisi Anto Hoed.

Menurut Melly, kalau pun ada yang pantas menyandang gelar diva, maka hanya ada satu. “Dialah yang pantas menjadi diva (sambil menunjuk tribun bagian atas),” ungkap dia lagi.

Selesai berkata demikian, lagu berjudul Bunda terlantun dari bibir putri Melky Goeslaw dan mengharubirukan perasaan seluruh penonton.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites