Rabu, 26 Agustus 2009

Ekonomi Ramadan

Ramadan adalah momentum besar tahunan umat Islam untuk melakukan perbaikan diri baik secara moral, spiritual, maupun material. Peningkatan kualitas diri secara moral dan spiritual melalui Ramadan telah lama dan banyak dibahas. Namun, perbaikan kualitas diri secara material tidak banyak mendapat perhatian. Tulisan ini akan menganalisis aspek ekonomi dari Ramadan.


Ibadah terpenting di bulan Ramadan adalah ibadah puasa. Puasa secara langsung akan mengubah pola konsumsi umat muslim, yaitu turunnya konsumsi individu yang berpuasa. Secara makro, hal ini akan menurunkan konsumsi agregat, khususnya barang kebutuhan pokok. Pada saat yang sama, di bulan Ramadan terdapat anjuran yang sangat kuat untuk berderma, seperti memberi makan orang yang berbuka puasa. Hasil akhirnya adalah terjadi efek saling meniadakan, konsumsi orang kaya menurun, konsumsi orang miskin meningkat.

Dengan demikian, tujuan akhir yang hendak dicapai Ramadan adalah pemerataan konsumsi melalui consumption transfer dari kelompok kaya ke kelompok miskin sehingga proporsi konsumsi kelompok miskin dalam konsumsi agregat akan meningkat. Dengan demikian, tidak akan ada tekanan permintaan yang mendorong kenaikan harga-harga (demand pull inflation). Distribusi konsumsi yang lebih merata akan menekan masalah-masalah sosial di masyarakat, seperti kelaparan ekstrem, kurang gizi dan gizi buruk pada anak, minimnya akses terhadap air bersih, menurunnya tingkat kematian bayi, serta meningkatkan kohesi sosial.

Namun, yang kita saksikan hari ini sangat jauh dari idealita. Konsumsi kelompok kaya tidak menurun, bahkan meningkat pesat. Akibatnya, terjadi kenaikan permintaan barang dan jasa secara signifikan sehingga mendorong inflasi. Dan yang paling keras terpukul oleh kenaikan harga ini jelas adalah kelompok miskin. Transfer konsumsi dari kelompok kaya ke kelompok miskin juga tidak berjalan mulus. Alih-alih meningkat, proporsi konsumsi kelompok miskin justru menurun tergerus oleh inflasi.

Lebih jauh lagi, selama bulan Ramadan, umat Islam juga sangat dianjurkan untuk memperbanyak ibadah dan meninggalkan aktivitas yang tidak bermanfaat. Dengan demikian, konsumsi kelompok kaya yang umumnya merupakan konsumsi barang non-primer akan menurun. Ramadan juga akan mendorong aktivitas konsumsi yang berbasis moral dan etika, seperti makanan dan minuman halal, busana muslim, dan perlengkapan ibadah. Hal ini akan mendorong konsumsi yang lebih berkualitas melalui consumption switching dari konsumsi barang-barang mewah dan tidak beretika ke barang-barang primer dan berbasis etika.

Namun, sekali lagi kita menyaksikan hal yang jauh dari ideal. Konsumsi non-primer masyarakat muslim terlihat tidak menurun, bahkan meningkat. Pusat-pusat belanja justru semakin dipadati pengunjung, tempat-tempat wisata dan hiburan tidak menjadi sepi. Aktivitas televisi justru meningkat menjadi 24 jam di bulan Ramadan, yang isi dan kualitas tayangannya secara ironis justru jauh dari semangat Ramadan. Hasrat konsumerisme berbalut ritual artifisial justru semakin dikobarkan di bulan suci.

Pengentasan angka kemiskinan
Aktivitas lain yang sangat didorong di bulan Ramadan adalah sedekah. Sedekah adalah bentuk pengakuan paling mendasar atas konsep istikhlaf (perwakilan); bahwa pada esensinya seluruh harta adalah milik Allah (QS 10: 66). Terinternalisasinya konsep istikhlaf ini secara kuat akan menekan aktivitas penimbunan harta, perlombaan dalam mengejar kekayaan, kejahatan ekonomi, dan kesenjangan sosial.

Secara umum terdapat dua jenis sedekah, yaitu sedekah wajib dan sedekah sunah. Sedekah wajib adalah zakat, yaitu zakat fitrah (jiwa) dan zakat maal (harta). Sedangkan sedekah sunah memiliki banyak bentuk, dari infak, sedekah jariyah, dan wakaf, hingga sumbangan tenaga dan pemikiran. Filantropi Islam, berbeda dengan filantropi konvensional, berakar dari kepercayaan terhadap Tuhan yang menciptakan bumi dan langit serta seluruh isinya untuk kepentingan semua manusia. Filantropi Islam bernilai transendental tinggi, tidak akan menjadi sarana pencucian dosa atau tameng dari agenda tersembunyi, dan bukan kegiatan insidental.

Filantropi Islam memiliki peran penting dalam perekonomian. Peran penting pertama terkait dengan pengentasan angka kemiskinan. Instrumen filantropi Islam adalah mekanisme transfer dari kelompok kaya ke kelompok miskin yang tepat sasaran. Pada saat yang sama, instrumen filantropi Islam telah berperan sebagai jaring pengaman sosial yang efektif.

Dengan adanya transfer pendapatan dari kelompok kaya ke kelompok miskin, akan terjadi peningkatan permintaan barang dan jasa dari kelompok miskin, yang umumnya adalah kebutuhan dasar. Permintaan yang lebih tinggi untuk kebutuhan dasar masyarakat terkait dengan filantropi Islam ini akan mempengaruhi komposisi produksi barang dan jasa yang diproduksi dalam perekonomian sehingga akan membawa pada alokasi sumber daya menuju ke sektor-sektor yang lebih diinginkan secara sosial. Hal ini akan meningkatkan efisiensi alokatif dalam perekonomian.

Dalam perekonomian yang tidak memiliki mekanisme transfer pendapatan dan sebagian besar penduduknya adalah miskin, kebutuhan riil masyarakat sering tidak tecermin dalam permintaan pasar. Barang dan jasa yang amat dibutuhkan rakyat banyak, seperti pangan, papan, air bersih, kesehatan, dan pendidikan, sering kali tidak diproduksi. Dengan instrumen filantropi yang mentransfer pendapatan orang kaya ke orang miskin, maka permintaan barang dan jasa orang miskin akan meningkat. Dalam konteks ini kita dapat memandang fungsi alokatif filantropi Islam yang merealokasi sumber daya dari orang kaya ke orang miskin ini sebagai cara yang efektif untuk memerangi kemiskinan.

Di Indonesia, potensi filantropi Islam yang sangat besar belum mampu mengangkat kelompok miskin keluar dari jurang kemiskinan. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh perilaku penderma yang masih amat karikatif, yaitu berorientasi jangka pendek, desentralistis, dan interpersonal. Filantropi sering dilakukan dalam bentuk konsumtif, dilakukan secara individual, dan tidak terorganisasi.

Dibutuhkan upaya revitalisasi dengan menggugah kesadaran dan sekaligus mengubah perilaku penderma. Menggugah kesadaran umat sangat penting karena sampai kini terdapat kesenjangan yang besar antara potensi dan realisasi dana filantropi Islam. Selain itu, dibutuhkan rekonstruksi paradigma sedekah dari sedekah personal-jangka pendek yang bersifat karikatif menjadi sedekah institusional-jangka panjang yang lebih bersifat pemberdayaan. Upaya penting lainnya adalah meningkatkan kapasitas lembaga amil dan pengelola dana filantropi Islam. Selain untuk meningkatkan efektivitas pendayagunaan dana filantropi Islam, hal ini penting untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pengelola dana filantropi.

Produktivitas
Salah satu aktivitas lain yang banyak dianjurkan di bulan Ramadan adalah aktivitas menuntut ilmu, baik ilmu dunia maupun akhirat. Ramadan adalah momentum bagi umat Islam untuk memperdalam ilmu serta menyebarluaskan dan mengembangkannya. Hal ini sangat relevan di tengah kecenderungan perekonomian yang saat ini semakin bergeser ke keunggulan berbasis pengetahuan (knowledge economy).

Ilmu dan teknologi adalah satu-satunya sumber produktivitas dan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Perekonomian-perekonomian maju umumnya tumbuh tinggi dan berkesinambungan dengan membuat teknologi berkembang secara built-in dan sistemik dalam perekonomian (endogenous growth). Hal ini dilakukan antara lain melalui pengembangan sektor pendidikan, belanja R & D yang memadai, penghargaan dan perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual, serta link and match antara pendidikan, riset, dan industri.

Dengan demikian, Ramadan semestinya menjadi ajang evaluasi sektor pendidikan dan riset kita. Sudah saatnya negeri ini memiliki sistem pendidikan agama dan umum yang terintegrasi, penghargaan terhadap hasil karya teknologi anak bangsa, keterkaitan yang erat antara riset dan industri, serta strategi penguasaan teknologi yang jelas menuju industri nasional yang tangguh dan mandiri. Hanya dengan demikian,produktivitas perekonomian meningkat dan pertumbuhan akan berkelanjutan.

Yusuf Wibisono, Wakil Kepala Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah FEUI

Sumber: tempointeraktif.com

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites