Sosok Iwan Herdiansyah, 27, dipandang sebagai orang yang tidak banyak bicara. Namun ia tidak memperbolehkan siapa pun untuk membuka komputer pribadinya.
Hal tersebut diungkapkan mantan karyawannya, Dian. Dijelaskan Dian, ia bekerja selama tiga bulan di warnet dan pengetikan komputer milik Iwan. "Ia memang menggaji saya cukup layak, yaitu Rp 800 ribu/bulan," katanya. Namun karena Dian merasa memiliki keahlian yang lebih, ia pun akhirnya memutuskan untuk keluar dari warnet dan pengetikan komputer milik Iwan tersebut, enam bulan lalu.
Dijelaskan Dian, selama bekerja ia tugasnya hanya mencetak foto. "Sedangkan warnet dan lainnya, Pak Iwan yang pegang semua," katanya. Bahkan Iwan pun tidak memperbolehkannya untuk membuka komputer pribadi miliknya. "Alasannya karena nomor rekening bank yang tidak boleh diketahui siapa pun," katanya.
Tidak hanya itu, jika bekerja pun Iwan tidak pernah menyapanya. "Dia ya dia, saya ya saya. Jarang sekali terjadi percakapan selama bekerja," kata Dian. Menjelang waktu sholat Zuhur, Iwan biasanya pulang ke rumahnya untuk makan siang dan sholat. Pesannya pun sama, yaitu jangan membuka komputer pribadinya.
Iwan sangat protektif terhadap komputer pribadinya. Pernah seorang karyawannya di toko mainan membuka website tertentu untuk mencari mode pakaian. Karyawannya pun langsung kena marah. "Alasannya ya itu, karena di komputernya ada nomor rekening bank," kata Dian.
Di warnet dan pengetikan komputer milik Iwan dengan nama Zahra Family Komputer itu menurut Dian terdapat enam komputer. Satu komputer pribadi milik Iwan, satu lagi komputer kerja miliknya. Sedangkan empat lainnya disewakan untuk warnet dan pengetikan.
Seperti diketahui, Iwan Herdiansyah pada Sabtu (15/8) dibawa Densus 88. Ia dibawa saat akan membuka tokonya di Pasar Cibingbin, Kecamatan Cibingbin, Kabupaten Kuningan sekitar pukul 07.00 WIB. Saat itu ia dijemput empat orang anggota Densus yang membawa dua mobil. "Saya pikir terjadi kemalingan, karena mereka juga membawa empat unit CPU," kata Tisna, seorang saksi mata yang juga pemilik toko di pasar tersebut. Namun setelah dilihat, ternyata keempatnya membawa senjata laras panjang. Tisna pun langsung berfikir jika yang membawa Iwan adalah polisi.
Iwan yang berasal dari Tasikmalaya pernah bekerja di Madinah. "Sekitar lima tahun lalu ia menikah dengan anak saya, Ita Ernawati, 24, dan langsung membawanya ke Madinah," kata Enjun Junari, 52, mertua Iwan. Dari pernikahannya mereka dikaruniai tiga anak, dua diantaranya dilahirkan di Madinah.
Sekitar Juli 2008 lalu, mereka pulang ke Cibingbin. Mereka langsung mengontrak di rumah Ibu Nining di RT 09 RW 01 Dusun Kliwon, Desa Cibingbin, Kecamatan Cibingbin, Kabupaten Kuningan, Jabar. Iwan pun langsung mengontrak dua buah toko di Pasar Cibingbin. Toko pertama mengambil dua kapling dengan harga sewa Rp 10 juta/dua tahun. Di toko ini khusus menjual mainan anak-anak termasuk buku-buku agama.
Selain itu, ia pun mengontrak satu kapling toko disebelahnya. Disinilah ia membuka Zahra Family Komputer, yaitu untuk penyewaan warnet dan pengetikan, termasuk percetakan foto dari kamera digital. Menurut penuturan tetangganya, Hartono, Iwan diketahui sering menerima tamu orang-orang Arab yang berbaju panjang. "Apa orang Arab turunan atau benar-benar dari Arab, saya tidak tahu persis," kata Hartono. Namun Hartono hanya mengira mereka kenalan Iwan karena kebetulan ia pernah bekerja di Madinah. Sementara itu istri dan tiga anak Iwan sendiri masih diungsikan di rumah mertunya di Tasikmalaya.
sumber: tempointeraktif.com
0 komentar:
Posting Komentar