EMPAT hari setelah tragedi bom kembar di Mega Kuningan, Jakarta Selatan, teka-teki mengenai pelaku bom bunuh diri maupun sang dalang belum terjawab. Polisi pun belum merampungkan sketsa wajah para pelaku peledakan bom di JW Marriott dan Ritz Carlton, dua hotel mewah milik investor Amerika Serikat. Sketsa wajah memang penting untuk mengungkap sang pengebom berikut jaringannya.
Dalam keterangan pers di Jakarta, wakil juru bicara Kepolisian RI, Sulistiyo Ishak mengimbau masyarakat untuk tidak menyimpulkan pelaku bom, seperti yang tersebar di media massa. Menurut jenderal polisi berbintang satu ini, pihaknya masih menyelidiki pelaku dan belum memastikan pelaku bom berasal dari kelompok tertentu.
Dijelaskan pula oleh Sulistiyo, kepolisian tidak pernah melansir pelaku peledakan adalah orang yang terlihat dalam rekaman kamera pemantau atau CCTV di Hotel JW Marriott dan Ritz Carlton. Hingga Senin, polisi masih mengindentifikasi empat jenazah korban bom--lima lainnya sudah dikenali. Langkah ini buat memastikan siapa sebenarnya yang menjadi pengebom bunuh diri.
Kehati-hatian dalam mengidentifikasi memang diperlukan. Beberapa jam usai pengeboman di Mega Kuningan, Kepala Kepolisian RI Jenderal Bambang Hendarso Danuri pun menyebutkan dua tubuh pelaku hancur dan sulit dikenali. Hanya saja, menurut Bambang Hendarso, wajah salah satu pelaku yang ditemukan di Hotel Marriott masih bisa dikenali. "Begini saja, saya hanya memberikan inisialnya saja. Inisial N," ujar Kapolri di halaman Hotel Ritz Carlton.
Memang, sejak hari pertama atau beberapa jam setelah peledakan bom, rekaman pria yang ada di CCTV beredar di sejumlah televisi dan internet. Pada rekaman CCTV tersebut jelas terlihat ada seorang pria berjas dan bertopi, masuk ke restoran. Tingkah pria berbadan tinggi tegap ini pun mencurigakan. Dia membawa dua tas, ransel yang dibawa di depan dan koper beroda yang ditarik.
Berbagai spekulasi kemudian beredar mengenai siapa sebenarnya pelaku bom bunuh diri itu. Polisi menduga keras pelaku bukanlah perempuan seperti spekulasi yang dalam tiga hari terakhir jadi pembicaraan masyarakat. Dugaan berkembang, seseorang yang berjalan memakai topi dan membawa tas beroda itulah yang menjadi pelaku peledakan di Hotel JW Marriot.
Tak hanya rekaman CCTV. Foto potongan kepala dan tubuh juga beredar luas melalui surat elektronik di dunia maya maupun telepon seluler cerdas BlackBerry. Wajah itu disebut-sebut sebagai salah satu pelaku bom bunuh diri. Dari informasi yang berkembang, "N" yang sebelumnya sempat disebut Kapolri diduga Nur Said alias Nur Hasbi atau Nurdin Aziz. Ia diduga penghuni kamar 1808 Hotel Marriott yang bertarif 154 dolar Amerika Serikat atau setara Rp 1,6 juta per malam.
Nah, dari kamar 1808 itulah, pelaku diduga memulai aksinya. Bahkan, sehari setelah peledakan bom, petugas Forensik Polri menemukan sebuah komputer jinjing atau laptop saat menyisir di dalam Hotel Marriott. Dari penyelidikan sementara, polisi menduga pelaku bom bunuh diri membawa bahan peledak sedikit demi sedikit ke kamar hotel. Itu dilakukan agar tidak terendus pendeteksi di hotel. Setelah terkumpul dalam jumlah cukup, barulah bom dirakit hingga siap untuk diledakkan.
Sebelum terjadi ledakan, karyawan Hotel Marriott, Dikdik Achmad Taufik, mengaku sempat berbincang dengan lelaki yang terekam di kamera pemantau hotel tersebut. Menurut dia, lelaki bertopi dan berjas hitam ini menyatakan hendak mengantar barang untuk bosnya di Lounge Syailendra. Meski curiga dengan barang bawaan yang banyak, Dikdik akhirnya melepas lelaki ini. Alasannya karena takut mengganggu tamu.
Sejumlah pengamat pun turut meramaikan spekulasi mengenai pengebom bunuh diri. Nur Hasbi, pria yang diduga sebagai salah satu bomber di Hotel JW Marriott dan Ritz Carlton, disebut-sebut berteman dengan Asmar Latin Sani, pelaku pengeboman Marriott pada 2003. "Nur Hasbi satu angkatan di [Pesantren] Al Mukmin Ngruki," kata pengamat terorisme, Al Chaidar.
Menurut Al Chaidar, Nur Hasbi alias Nur Said merupakan kaki tangan dari gembong teroris yang paling dicari di Tanah Air, yakni Noordin Mohamad Top. "Bahkan dia (Nur Hasbi) pernah menjadi kurir Noordin," ungkap Al Chaidar. Nur Hasbi diduga merupakan anggota kelompok Cilacap, Jawa Tengah.
Lebih jauh Al Chaidar mengatakan kelompok Noordin terbagi dalam beberapa wilayah di antaranya kelompok Banten, Palembang, dan Cilacap. Dari semua kelompok, hanya Cilacap yang dapat bertemu dengan Noordin. Saat ini Noordin disinyalir telah merekrut 19 ribu pengikut.
Mengenai dugaan pelaku merupakan seorang wanita, Al Chaidar belum bisa memastikan. Namun menurut dia, kelompok Banten pernah melatih seorang perempuan untuk menjadi pengantin--sebutan untuk pelaku bom bunuh diri. Selama ini, "pengantin" merupakan seorang laki-laki.
Polisi pun memastikan jenis bom yang meledak di Hotel JW Marriott dan Hotel Ritz Carlton identik dengan penemuan bom di Cilacap dan Bom Bali. Dengan demikian, besar kemungkinan pelaku serangan berasal dari jaringan yang sama. Dugaan pelaku peledakan masih kelompok yang sama dengan kelompok Cilacap, mengingat saat penggerebekan pada 14 Juli silam juga ditemukan rangkaian bom serupa dengan rangkaian bom seperti di kamar 1808.
Kendati demikian, polisi belum memastikan kelompok yang dimaksud adalah Jamaah Islamiyah atau jaringan baru. "Tapi juga tetap kelompok lain pun tetap dicari (kemungkinannya)," ujar juru bicara Kepolisian RI Inspektur Jenderal Nanan Sukarna.
Nanan mengatakan pula, polisi sudah memeriksa 35 saksi terkait serangan Bom Marriott II. Namun, Nanan tidak merinci identitas setiap saksi. Isu lorong rahasia penghubung Ritz Carlton-JW Marriott yang digunakan pelaku pun dibantah Nanan. Dugaan ini diperkuat dengan pernyataan Kepala Kepolisian RI Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri mengenai bom di Ritz Carlton dan JW Marriott mirip dengan materi bom yang ditemukan di Cilacap, Jawa Tengah. Bahkan disebut pula mempunyai metode serupa dengan Bom Bali II tahun 2005.
Yang menarik, sehari sebelum bom meledak, analis masalah teror Doktor Carl Ungerer dari Australian Strategic Policy Institute telah memprediksi serangan bom seperti Bom Bali kemungkinan besar akan terjadi lagi. Ini seiring dengan bertambahnya anggota JI yang bebas dari penjara.
Dari penelusuran SCTV, memang banyak anggota JI yang telah bebas dari penjara karena masa penahanan yang sudah habis. Antara lain Abu Thoulut (mantan komandan wilayah dan pelatih militer kamp Hubadiyah), Sunarto bin Kartodiharjo alias Andung, dan nama-nama lain. Memang tidak banyak yang mendapat hukuman maksimal seperti trio bomber Bali I yang dihukum mati: Amrozi, Ali Gufron alias Mukhlas, dan Imam Samudra.
Namun banyak pemuka maupun tokoh Islam di Tanah Air, meminta teror bom kembar di Mega Kuningan, jangan dikaitkan dengan agama. Mantan Amir Majelis Mujahidin Indonesia Abu Bakar Ba`asyir, misalnya, mengatakan pelaku peledakan Hotel JW Marriott dan Ritz Carlton adalah musuh Islam. Dan, terkait dengan indikasi pelaku peledakan adalah berasal dari kelompok Islam tertentu, Ba`asyir mengatakan, hal tersebut jangan diartikan sebagai keinginan kaum muslim. "Harus objektif dalam menyikapi kasus peledakan ini agar tidak ada yang dipojokkan," kata Ba`asyir.
Pun demikian dugaan Bom Mega Kuningan dikaitkan dengan kepentingan politik. Seperti diungkapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat menyikapi tragedi yang merenggut sembilan korban jiwa dan mencederai 53 orang, termasuk warga negara asing. Sekitar enam jam setelah bom kembar mengguncang, Kepala Negara mengungkapkan laporan intelijen mengenai adanya rencana gangguan keamanan terkait hasil Pemilu Presiden 2009. SBY menyebutkan ada sekelompok teroris yang melakukan latihan tembak dengan fotonya sebagai target.
Polisi kemudian didesak membuktikan pernyataan Presiden tersebut. Pengamat militer Andi Wijayanto, misalnya. Ia mengungkapkan, foto-foto yang diperlihatkan Presiden itu sudah beredar empat tahun lalu dan pelakunya telah ditangkap Mei 2009. Lantaran itulah, polisi mestinya mengungkap pengakuan tersangka untuk membuktikan pernyataan Presiden berdasarkan fakta atau tidak.
Boleh jadi, Andi Wijayanto tak puas dengan jawaban Kapolri. Sebelumnya, Jenderal Bambang Hendarso mengatakan, foto diperoleh dari tersangka teror di Balikpapan, Kalimantan Timur, bernama Abu Nizar. Abu Nizar ditangkap aparat Detasemen Khusus (Densus) Antiteror 88 di Kantor Kelurahan Gunung Samarinda, Balikpapan Utara, Kaltim, 9 Mei silam. Petugas menciduk Abu Nizar setelah mengintai selama tiga bulan.
Pekerjaan rumah aparat kepolisian memang banyak. Terutama, buat menguak tabir bom kembar terkait politis atau ideologis. Polisi pun terus mengusut dan berupaya mengidentifikasi potongan kepala yang diduga pelaku peledakan bom di Hotel JW Marriott. Salah satu dengan mendatangi rumah keluarga Nur Said alias Nur Hasbi di Desa Katekan, Temanggung, Jawa Tengah.
Berdasarkan pantauan SCTV, kediaman keluarga Nur Said itu kosong tanpa penghuni. Orangtua Nur Said, Muhammad Nasir dan Tuminem dikabarkan dijemput polisi untuk menjalani pengujian asam deoksiribonukleat (DNA), Senin pagi. Tes dilakukan untuk mengecek kesamaan dengan DNA dari potongan tubuh Nur Said. Nasir sendiri mengaku sudah delapan tahun tidak berjumpa sang anak, bahkan telah putus komunikasi.
Tak hanya Nasir, mertua Nur Said pun tidak mengakui visual potongan kepala yang dilansir media massa sebagai menantunya. Para tetangga juga tidak percaya kalau Nur Said merupakan salah satu pelaku peledakan bom kembar Mega Kuningan.
Demikian pula Sholeh Ibrahim. Wakil Direktur Pondok Pesantren Al-Mukmin, Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah, membantah kabar yang menyebutkan Nur Said adalah alumnus pesantren binaan ustad Abu Bakar Ba'asyir ini. Nama pondok pesantren itu belakangan kembali menjadi sorotan karena Nur Said disebut-sebut sebagai teman seangkatan Asmar Latin Sani. Berdasarkan versi polisi, Asmar adalah pelaku peledakan bom Marriott pada tahun 2003.
Memasuki hari kelima, polisi memang belum memastikan potongan kepala yang ditemukan di lokasi kejadian adalah Nur Said. Terlepas dari itu, boleh dikatakan bom yang meledak di Hotel JW Marriott, Jakarta, pada tahun 2003 lebih besar dan canggih.
Sebagai perbandingan, bom tahun 2003 berbahan peledak campuran antara low explosive dan high explosive sehingga menimbulkan efek seperti ledakan Bom Bali I tahun 2002. Daya ledak Bom Marriott I memang terbilang kuat dan menimbulkan semburan api sehingga banyak korban cedera menderita luka bakar. Pasalnya, bom bunuh diri tersebut menggunakan mobil Toyota Kijang yang dikendarai Asmar Latin Sani. Bom juga dicampur dengan gotri atau pecahan logam. Ledakan saat itu akhirnya menewaskan 11 orang dan 152 korban cedera, dan menghancurkan 22 mobil.
Tokoh kunci perakit Bom Marriott I adalah Doktor Azahari Husin. Dua tahun kemudian tokoh Jamaah Islamiyah sekaligus teman dekat Noordin M. Top itu tewas dalam penyergapan dramatis di Kota Batu, Jawa Timur, November 2005.
Adapun terkait bom kembar Mega Kuningan, Inspektur Jenderal Polisi Nanan Sukarna meralat pernyataan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Widodo A.S. Nanan menyatakan, bom Jumat pagi itu memiliki daya ledak rendah bukan high explosive seperti dinyatakan Menko Polhukam. Namun, aksesori bom yang dulu dominan memakai gotri, sekarang lebih banyak mur dan baut.
Rentetan Pengeboman
Saat ini dalang teror bom kembar memang belum terungkap. Yang terang, tragedi Mega Kuningan menambah panjang rentetan pengeboman di Tanah air, dalam dekade terakhir: Agustus 2000-Juli 2009. Berikut urutannya:
Pada 1 Agustus 2000, ledakan bom terjadi di depan kediaman Duta Besar Filipina untuk Indonesia di Jakarta. Ledakan bom itu menewaskan dua staf rumah tangga kediaman serta puluhan orang lainnya mengalami luka cukup serius.
Pada 13 September 2000, bom mengguncang lantai parkir Gedung Bursa Efek Jakarta. Dengan bahan peledak TNT, ledakan bom menewaskan 10 orang, melukai 15 orang, serta dua mobil hangus, dan 20 mobil rusak.
Pada Desember 2000, bom meledak di berbagai tempat di Indonesia saat malam Natal, yakni Jakarta, Bekasi, Sukabumi, Bandung, Mojokerto, Mataram, Pematang Siantar, Medan, Batam, dan Pekanbaru. Rangkaian ledakan ini mengakibatkan belasan orang tewas, seratus lebih lainnya luka-luka dan puluhan mobil rusak. Tercatat hanya 16 dari 31 bom yang meledak.
Pada Agustus 2001 di Plaza Atrium, Senen, Jakarta Pusat. Ledakan melukai enam orang. Kemudian pada 23 September 2001, ledakan di lantai parkir Atrium Plaza menghancurkan beberapa mobil, walau tidak ada korban jiwa.
Pada 12 Oktober 2002, tiga ledakan bom mengguncang Bali. Ledakan pertama dan kedua mengguncang kawasan di Jalan Legian, Kuta. Sedangkan ledakan lainnya terjadi di dekat Kantor Konsulat Amerika Serikat, Denpasar. Di Manado, Sulawesi Utara, bom rakitan meledak di pintu gerbang masuk Kantor Konjen Filipina, tapi tidak ada korban jiwa.
Ledakan di Jalan Legian, mengakibatkan setidaknya 187 tewas dan 400 lainnya luka-luka. Ledakan juga mengakibatkan kerusakan parah dalam radius 100 meter dari pusat ledakan. Polisi mengidentifikasikan bahwa ledakan berasal dari bom mobil yang diletakkan di dalam Mitsubishi L-300. Tiga terpidana mati, Amrozi cs, sudah dieksekusi.
Pada 5 Agustus 2003, ledakan hebat mengguncang Hotel JW Marriott, Jakarta. Dengan bahan peledak, antara lain berupa CLO3, aluminium powder, TNT, detonator dan sumbu peledak. Bom menewaskan 11 orang, melukai 152 orang dan menghancurkan 22 mobil.
Pada 9 September 2004, pengeboman di depan Kedubes Australia, Kuningan, Jaksel. Jumlah korban jiwa tidak begitu jelas. Pihak Indonesia berhasil mengidentifikasi sembilan orang, namun pihak Australia menyebut angka 11. Peledakan itu dipercayai dilakukan oleh seorang pengebom berani mati bernama Heri Kurniawan alias Heri Golun dengan menggunakan van mini. Heri berhasil diidentifikasi melalui tes DNA.
Pengeboman Bali 2005 adalah sebuah seri pengeboman yang terjadi di Bali pada 1 Oktober 2005. Terjadi tiga pengeboman, satu di Kuta dan dua di Jimbaran dengan sedikitnya 23 orang tewas dan 196 lainnya luka-luka.
Sepak Terjang Densus
Menghadapi rentetan pengeboman itu, pemerintah maupun kepolisian tak tinggal diam. Bahkan, perburuan terhadap tersangka teroris kian gencar setelah dibentuk Detasemen Khusus (Densus) 88 atau Delta 88 pada 26 Agustus 2004. Ini adalah satuan khusus Polri untuk penanggulangan teroris di Indonesia.
Prestasi pasukan khusus berompi merah ini antara lain menyerbu persembunyian buronan teroris Doktor Azahari di Kota Batu, Jawa Timur, sehingga menewaskan buronan nomor satu di Indonesia dan Malaysia tersebut pada 9 November 2005. Selanjutnya, 2 Januari 2007, Densus terlibat dalam operasi penangkapan 19 dari 29 orang warga Poso yang masuk dalam daftar pencarian orang di Kecamatan Poso Kota, Sulawesi Tengah. Namun, tembak-menembak antara polisi dan warga pada peristiwa tersebut menewaskan seorang polisi serta sembilan warga sipil. Kemudian, 9 Juni 2007, Yusron al Mahfud, tersangka jaringan teroris kelompok Abu Dujana, ditangkap di Desa Kebarongan, Banyumas, Jawa Tengah.
Sementara dalam setahun terakhir, Densus diketahui melakukan penangkapan di sejumlah daerah. Misalnya, Cilacap, Purbalingga, Banyumas, Serang, Samarinda, dan Lampung. Bahkan, Densus beberapa kali menggelar operasi penyergapan di Cilacap. Hasilnya, pasukan pemburu teroris itu menangkap Syaifudin Zuhri. Ia diduga anggota jaringan teroris. Lokasi penangkapan Zuhri sendiri berjarak empat kilometer dari rumah Abu Dujana, terpidana kasus terorisme yang terlibat sejumlah peledakan bom di Tanah Air.
Bahkan, tiga hari sebelum tragedi bom kembar Mega Kuningan, Densus kembali melakukan penggeledahan di rumah tersangka teroris di kawasan Cilacap. Bahrudin latif, warga Desa Pasuruhan, Kecamatan Binangun, Cilacap, diduga terlibat jaringan teroris dan merupakan kaki tangan Noordin M. Top.
Di pekarangan belakang rumah Bahrudin itulah tim Densus menemukan sejumlah bungkusan yang diduga berisi bahan peledak. Dan di sebuah lubang berdiameter satu meter, petugas juga mendapati beberapa jeriken dan kabel yang diduga merupakan rangkaian untuk merakit bom. Ditemukan pula kantong-kantong plastik yang diduga berisi bahan untuk merakit bom.
Bila benar para pelaku bom kembar Mega Kuningan terkait dengan kelompok di Cilacap, tentunya polisi sudah memikirkan banyak langkah ke depan. Dan jika tak terbukti, polisi tetap harus bekerja ekstra keras, terutama menciptakan suasana aman di tengah masyarakat. Mencegah berulang ledakan bom, yang sempat reda selama empat tahun terakhir.
Dalang pengeboman di Mega Kuningan, Jakarta, belum terungkap. Apakah benar insiden bom ini terkait politik atau murni gerakan jaringan teroris yang berkiblat pada Al-Qaidah? Siapakah Noordin M. Top dan bagaimana sepak terjangnya dalam sejumlah aksi pengeboman di Tanah Air? Simak Fokus: Bom Mega Kuningan selanjutnya.
Sumber: liputan6.com
0 komentar:
Posting Komentar