Upik Lawanga alias Taufik Bulaga, pelaku aksi kekerasan di Poso, diduga sebagai pembuat dua bom yang diledakkan di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton pada 17 Juli lalu. Ia murid langsung Dr Azahari.
Menurut sumber Tempo di kepolisian, spesifikasi bom bunuh diri tersebut identik dengan bom yang meledak di Tentena, Kecamatan Pamona Utara, Poso, Sulawesi Tengah, pada 2005. Bom itu dirakit oleh Upik. "Yang sekarang ada kemiripannya," kata seorang perwira polisi yang menangani kasus Poso itu di Jakarta kemarin.
Ia menuturkan, Upik mendapat ilmu meracik bom langsung dari ahlinya. Namun, ia tak menjawab siapa ahli yang dimaksud. "Dia (Upik) sempat ditangkap, tapi kabur." Berdasarkan data Tempo, Upik dicokok pada Januari 2007 oleh Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah.
Perwira lain yang menangani kasus bom Marriott-Ritz juga memastikan semua bom yang ditemukan akhir-akhir ini dibuat oleh orang yang sama. "Ini dibuat oleh ahlinya, punya ciri khusus. Tak meleset, seperti hand writing, kok," ujarnya. Ciri khusus itu, ia menuturkan, terlihat pada bungkus, kontainer, serta elektrikalnya.
Juru bicara Markas Besar Kepolisian RI, Inspektur Jenderal Nanan Soekarna, pun menyatakan bom dirakit oleh orang lama. Polisi bahkan sudah mengantongi nama si perakit. "Tentu kami sudah punya daftarnya," ucapnya
Dalam buku Indonesian Top Secret: Membongkar Konflik Poso, yang ditulis Komisaris Besar M. Tito Karnavian, Upik dipanggil "Prof" oleh teman-temannya karena kemahirannya merakit bom. Prof adalah kependekan dari profesor.
Dynno Chressbon, pengamat intelijen yang dekat dengan kepolisian, menjelaskan rangkaian bom di Kamar 1808 Hotel Marriott yang tak meledak identik dengan bom di Poso, Bali II pada Oktober 2005, bom di Kedutaan Australia, Cilacap, Wonosobo, dan Palembang. "Dulu pakai gotri, sekarang pakai mur."
Upik, kata dia, adalah pemain lama di Poso, Sulawesi Tengah. Upik tersangka kasus Tentena, pembunuhan tiga siswi, pembunuhan pendeta, dan kerusuhan agama di Loki (Ambon). Upik juga diketahui sebagai murid langsung Dr Azahari, tokoh teroris asal Malaysia yang telah ditembak mati di Batu, Jawa Timur, pada 2005.
Pengamat kepolisian Alfons Loemao berpendapat, terjadinya ledakan bom dengan pola yang sama menunjukkan bahwa pendeteksian dan pencegahan oleh kepolisian tak berjalan. "Nah, polisi baru saja mendata toko kimia setelah bom kemarin," katanya dalam sebuah diskusi tentang terorisme di Jakarta kemarin. "Tindakan ini sangat terlambat."
Menurut pensiunan polisi itu, sosialisasi mengenai penjagaan juga kurang maksimal. Petugas keamanan hotel, mal, atau tempat umum lainnya belum tentu memahami betul cara mendeteksi bom. Alat yang digunakan saat ini hanya detektor logam sehingga luput mengenali zat pembuat bom.
Smber: tempointeraktif.com
0 komentar:
Posting Komentar