Kamis, 30 April 2009

Siaga Flu Babi Jadi Level Lima

Liputan6.com, Mexico City: Badan Kesehatan Dunia (WHO) kembali menaikkan level peringatan bahaya terhadap penyakit flu babi, dari level empat ke level lima, Kamis (30/4). Artinya virus itu telah menyebar dari manusia ke manusia, dan terjadi setidaknya di dua negara. Sedangkan level paling berbahaya adalah level enam, yaitu jika terjadi pandemi global.

Penyakit flu babi memang terus meluas dan menelan korban jiwa. Di Meksiko, negara asal penyakit ini, korban tewas telah mencapai 159 jiwa. Sedangkan jumlah penderita nyaris menembus angka 2.500 orang.
Sementara di Houston, Texas, Amerika Serikat, seorang anak berusia dua tahun yang positif menderita flu babi akhirnya meninggal. Ini merupakan korban pertama flu babi di AS. Para ahli kini sedang melakukan rangkaian tes penyebab dan perkembangan virus. Dipastikan korban sebelumnya sempat berkunjung ke Meksiko. Ketika dirawat, ia sama sekali tidak mengadakan kontak dengan pasien lain.
Anak ini merupakan satu dari 16 kasus positif flu babi di Texas. Belum lagi kasus lain di sejumlah kota di AS. Karena begitu mengkhawatirkan muncul wacana untuk menutup perbatasan AS-Meksiko. Namun sejauh ini ide itu ditepis oleh Presiden AS Barack Obama.
Tak hanya di AS, kasus positif flu babi juga ditemukan di Eropa. Setelah Inggris dan Spanyol, giliran pemerintah Jerman melaporkan adanya penyebaran virus H1N1 di negara mereka.
Kini, setiap negara harus segera mengaktifkan rencana penanganan darurat pandemi. WHO menyerukan agar mewaspadai penyebaran penyakit mirip flu dan radang paru-paru berat. Selain itu, persiapkan obat antiviral dan penanganan jika sewaktu-waktu dibutuhkan.(TES/Tim Liputan 6 SCTV)

Rabu, 22 April 2009

Benarkah Sekolah Bisa Gratis

Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 Bab XIII Pasal 31 (2) menyebutkan: Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Berdasar ayat ini jelas, kebutuhan biaya penyelenggaraan pendidikan disediakan oleh pemerintah.

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut; ayat (4) menyebutkan: Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Atas dasar itu, apa yang disampaikan Wakil Wali Kota Mahfudz Ali: ''Selain itu, sekolah tersebut wajib menggratiskan siswanya dari berbagai pungutan. Apabila melanggar, kepala sekolahnya dikenai sanksi tegas, dicopot dari posisinya. Pokoknya sekolah negeri tingkat SD-SMP wajib gratis dari segala pungutan.'' (SM, 3 April 2009), sesuai undang-undang.

Pertanyaan yang muncul, apakah kenyataannya nanti di lapangan benar-benar tidak ada pungutan? Kita tahu perkembangan zaman/teknologi menuntut dunia pendidikan perlu mengikuti agar anak didik tidak ketinggalan. Dan, itu membutuhkan biaya tidak sedikit.

Pimpinan SD-SMP negeri siap melaksanakan ketentuan gratis itu, tetapi masih ada ganjalan/unek-unek, seperti yang disampaikan Kepala SMP 7, Trilasmiati: ''Operasional sekolah yang membutuhkan biaya besar tidak bisa sekadar mengandalkan dana BOS dan BPP. Sekolah butuh upaya memaksimalkan pelayanan pendidikan yang diberikan kepada siswa.'' (SM, 4 April 2009).

Masyarakat menyambut gembira kebijakan pemerintah menggratiskan SD-SMP negeri. Itu patut kita syukuri. Di balik itu juga tidak heran kalau pihak sekolah mengeluh atas penggratisan tersebut, karena menganggap biaya tidak cukup.

Saya kira banyak warga masyarakat yang tidak tahu berapa besar dana dari pemerintah yang diterima masing-masing sekolah. Apakah hanya cukup untuk pengadaan alat tulis, alat-alat kebersihan, tambal sulam meja kursi yang rusak saja?

Seperti disampaikan Wakil Wali Kota Mahfudz Ali, bagi warga yang kaya dan peduli terhadap pendidikan, secara sukarela dipersilakan jika ingin menyumbang. Imbauan ini jangan digunakan sebagai tameng untuk menarik uang/sumbangan semaunya oleh sekolah. Sumbangan hendaklah benar-benar sukarela.

Selama ini sering terjadi yang namanya sukarela, kenyataannya ''sumbangan paksa''. Orang akan menyumbang diberi pengarahan, digiring... Ada batas minimum, bahkan terjadi tawar-menawar. Ini namanya kan tidak sukarela.

Kalau, misalnya, sekolah bermaksud membangun laboratorium Bahasa Inggris (butuh sumbangan) tidak perlu dipaksakan harus jadi sekarang jika dana belum cukup. Hendaklah bertahap sesuai sumbangan yang masuk.

Gubernur Bibit Waluyo menyatakan; ''Tak setuju segala program pendidikan gratis yang dicanangkan beberapa daerah. Jadi mereka (orang tua) tak boleh mengandalkan program gratis dari pemerintah.'' (SM, 24 Maret 2009). Apakah yang dimaksud Pak Gub masyarakat perlu menyumbang sukarela tersebut?

Sumber: http://www.suaramerdeka.com

Minggu, 19 April 2009

Ketika Semangat dan Energi Baru Bangkit

Jum'at dan Sabtu (17-18 April 2009) lalu, pelatihan dengan rasa dan suasana berbeda dari pelatihan-pelatihan yang pernah aku ikuti diselenggarakan di sebuah hotel terbesar di Kota Purwokerto. Sebuah Pelatihan yang merupakan bagian dari program Corporate Social Responsibility (CSR) Pendidikan PT Telkom dan Republika Tahap III Angkatan ke-9 dengan tajuk “Bangun Kecerdasan Bangsa - Bagimu Guru Kupersembahkan”.

Pelatihan tersebut merupakan realisasi kepedulian sosial Telkom – Republika terhadap mutu pendidikan bangsa melalui ketrampilan sosial guru dan mewujudkan good corporate citizenship sebagai prinsip Telkom dalam membina hubungan dengan lingkungan.

Pelatihan dibuka oleh Wakil Gubernur Jawa Tengah Dra. Rustriningsih M.Si., yang menyampaikan, “Guru Jangan Sampai Kehilangan Jati Diri”. Bupati Banyumas H. Mardjoko yang juga memberi sambutan dalam acara tersebut, mengemukakan harapan agar guru tetap istiqomah dalam menjalankan tugas dan kewajibannya.

Selanjutnya disampaikan pemaparan materi pelatihan oleh para pakar di berbagai bidang. Materi pertama “Pribadi Menarik” disampaikan oleh Pakar Pendidikan Kepribadian Leila Mona Ganiem, S.Pd. M.Si. Menurutnya, pribadi menarik bagi seorang guru, adalah sebagai ladang amal yang sangat subur, berkesempatan terus belajar, sebagai pencetak fondasi bangsa serta sebagai tokoh panutan. Ia terus terang mengatakan, jika seorang guru tidak sepenuh hati, maka Anda tidak akan menjadi guru terbaik, ujarnya.

Guru yang menginspirasi menghasilkan murid yang terinspirasi pula. Namun betapa sedihnya, jika guruku suka marah-marah, guruku suka acak-acakan. Namun betapa bahagianya, jika guruku luar biasa yang bisa menginspirasi dalam memilih karir dan guruku keren, asyik dan idola kita semua. Lebih jauh dikatakan Leila, bahwa seorang guru perlu pengembangan diri. Mengapa? Karena Ilmu pengetahuan kan berkembang terus. Kini guru SD, SMP dan SMA boleh mengembangkan kurikulum dengan mengacu pada standard nasional. Karena globalisasi, siswa makin update sehingga guru perlu innovatif dengan metode pengajaran, jelasnya.

Pada bagian akhir, Leila bertanya, seperti apakah guru idaman? Bila sesuatu penting untuk dikatakan, hal itu juga penting untuk didengar. Untuk berbicara baik, pertama Anda harus berminat pada apa yang akan Anda katakan, selanjutnya sampaikan dengan penuh minat, ungkapnya. Sedangkan kunci ekspresi suara, seorang guru harus bisa mengatakan dengan sangat jelas terdengar, indah, pengucapannya benar dan punya roh. "Terimalah dirimu apa adanya karena itu akan menjadi milikmu seumur hidupmu," tegas Leila Mona Ganiem

Setelah sesi yang disampaiakn oleh Leila Mona Ganiem selesai, selanjutnya budayawan Putu Wijaya ikut pula memberikan pencerahan terhadap peserta pelatihan. Materi yang disampaikannya berhubungan dengan kreatifitas. Guru selain harus sebagai pribadi yang menarik juga harus kreatif. Dengan demikian pembelajaran yang disampaikannya akan menjadi lebih hidup, berkembang dan tidak monoton. Guru yang kreatif akan menghasilkan murid yang kreatif. Materi terakhir disampaikan oleh Nasihin Masha Wapimred Republika yang menyampaikan masalah penulisan populer.

Selain para pembicara diatas, dalam acara tersebut menghadirkan Menteri Pertanian DR. Anton Apriyantono. Meski beliau sebagai menteri pertanian akan tetapi kepeduliannya terhadap dunia pendidikan tidak diragukan lagi. Sebelum jadi menteri beliau bergelut di bidang pendidikan dan penelitian. Sehingga materi yang disampaikanpun tetap relevan dengan perkembangan pendidikan saat ini.

Kesan mendalam materi sebelumnya diperkuat pemaparan materi komunikasi efektif oleh Shahnaz Haque, model, presenter dan seabreg predikat lain yang disandangya.Shanaz menjelaskan, komunikasi efektif antara guru dan siswa perlu dibangun agar guru lebih mengerti dan memahami karakteristik masing-masing siswanya sehingga tercipta suasana pembelajaran yang aktif, kreatif dan menyenangkan. Pada akhirnya apabila susana pembelajaran yang demikian telah tercipta maka materi yang disampaikan guru akan lebih mudah dipahami oleh siswa.

Saiful Hidayat (AVP IT Service Strategy PT Telkom ) yang berbicara masalah Trend IT, mengingatkan, kemajuan teknologi yang begitu cepat mengubah pola hubungan antara anak didik dengan guru dan lingkungan.

Sehingga guru harus menguasai teknologi supaya tidak kalah dengan anak didiknya.Kecepatan perkembangan teknologi, katanya, telah mengubah prilaku anak didik, sehingga model pmebelajaran, harus menyesuaikan dengan perkembangan teknologi.

”Anak sekarang hidup dengan teknologi dan lebih percaya dengan internet ketimbang gurunya, oleh karena itu harus ada perubahan model penyampaian materi pelajaran kepada siswa yang cenderung ingin belajar sambil bermain,”

Anak-anak sekarang sulit dipaksa mengikuti kemauan guru. Artinya, dengan kemajuan teknologi yang tidak terbendung saat ini, guru harus tidak gagap teknologi, serta melakukkan kolaborasi bagaimana membuat filter, bukan melakukan proteksi berlebih atau melarang anak-anak akrab dengan teknologi, seperti internet, HP atau yang lainya.”Ini salah satu tantangan bagi kalangan pendidik kita,” katanya.

Akhir acara, Sapto Priyono dari SMPN 9 Purwokerto yang duduk disebelahku memperoleh hadiah HP sebagai pemenang I lomba menulis. Sapto tidak menyangka akan dapat hadiah HP. Katanya “aku nulis mung limang baris thok”.

Terima kasih Telkom dan Republika !

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites